Salah satu tanda orang yang berpenyakit hati adalah selalu berburuk sangka (suudzan) kepada saudara-saudaranya. Seolah tidak ada hal positif pada diri saudaranya itu. Padahal kenyataannya kebaikan saudaranya itu lebih banyak daripada keburukannya. Nila setitik baginya telah merusak susu sebelanga.
Alangkah buruk akhlak orang-orang yang berburuk sangka itu. Setelah itu mereka juga mengidap suatu penyakit baru lagi akibat dari penyakit sebelumnya, yaitu tajassus (memata-matai). Setiap hari mereka berusaha mencari-cari kesalahan saudaranya. Ketika menemukan kesalahannya, mereka sangat senang bukan main. Seolah mereka telah mendapat suatu kenikmatan yang tiada duanya. Kata mereka, “Inilah akibatnya kalau meremehkan kami! Inilah akibatnya kalau seruan kami tidak dihiraukan! Inilah akibatnya kalau tidak ikut kami!”
Sesungguhnya kegemaran mereka untuk mencemarkan nama-baik orang sudah ada sejak zaman dahulu kala. Kegemaran mereka untuk mengecam orang lain seraya menganggap suci diri sendiri sudah disinyalir oleh Alllah Swt., “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah [Allah] yang lebih mengetahui [siapa] orang-orang yang bertakwa.” (QS 53: 32)
Ya, bahkan Islam terlah memperingatkan dengan sekeras-kerasnya tentang buruk-sangka, baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Dia berfirman, “Wahai orang-orang beriman! Hindarkanlah dirimu dari kebanyakan prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa.” (QS 49: 12) Yang dimaksud sebagian prasangka tersebut adalah buruk sangka (suudzan)
Namun, ketika saudara mereka mendapat suatu kenikmatan, mereka diam membisu, grasa-grusu, hanya bisa menjelek-jelekkan di belakang, muka sewot tak karuan, sambil kemudian mengatur strategi bagaimana caranya saudaranya itu ketiban sial, celaka, menderita dan terhina. Bahkan ketika ada orang yang semula menjadi musuhnya tapi karena sama-sama mencela dan menjelek-jelekkan saudaranya, mereka pun ikut-ikutan menjelek-jelekkannya dan memuji orang-orang yang menjelek-jelekkannya.
Akhirnya musuh yang seharusnya menjadi musuh berubah menjadi kawan. Musuh-musuh itu yang sebenarnya mempunyai agenda yang busuk, tidak mereka pedulikan. Mereka tidak menyadari jika musuh itu sedang menjebak mereka. Kini, saudara-saudaranya yang sebenarnya jujur dan benar harus terpojok, tersingkirkan, terhina, dan menderita. Kebenaran dianggap sebagai kebatilan dan kebatilan dianggap kebenaran. Setelah semua terjadi, siapa yang rugi? Itulah akibat yang diperbuat orang-orang yang berpenyakit hati.
Para ulama salafus shalih berpandangan, “Sungguh aku selalu mencarikan alasan pembenaran bagi saudaraku sampai tujuh puluh kali. setelah itu, aku berkata, ‘Mungkin masih ada alasan lain yang tidak kuketahui’.” Akan tetapi, bagi orang-orang yang berpenyakit hati, siapa saja yang bertentangan pendapat dengan mereka segera saja mereka tuduh “telah melakukan maksiat atau bid’ah atau telah meremehkan Sunnah Nabi.”
Semoga Allah menjauhi kita dari penyakit buruk sangka ini. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar