Jumat, 24 Februari 2012

Sentuhan Al-Qur’an Terhadap Kalbu Orang yang Beriman

Saya mendengarkan Al-Quran dibacakan dengan tartil oleh Syaikh Misyhari Rashid al-Afasy. Surat yang dibaca adalah surat al-Waqiah. Sungguh syahdu dan khidmat murattal Syaikh Misyhari sehingga saya terbawa oleh alunan suaranya yang mendayu-dayu. Jika Al-Quran dibacakan dengan hati yang ikhlas dan suara yang indah, niscaya akan memberikan kejernihan bagi yang mendengarkannya. Imam Syafi’i memiliki suara yang indah ketika membaca Al-Quran, sehingga banyak orang yang berkumpul mendengarkannya. Karena tersentuh dengan Al-Quran yang dibacakannya, orang-orang itu pun menangis.

Demikianlah, mula-mula kita merasa tertarik dengan keindahan suaranya. Kemudian kita menyimaknya, ingin membacanya, lalu membacanya. Oleh karena itulah, Rasulullah Saw. pernah bersabda bahwa hendaknya membaca Al-Quran dengan suara yang indah. Bukan hanya enak didengar oleh orang disekitar kita, tapi yang lebih penting adalah keindahan suara itu akan menggetarkan kalbu kita pada saat kita membacanya. Tidaklah mengherankan jika para ulama saleh begitu menikmati membaca Al-Quran. Siang dan malam mereka membaca Al-Quran sambil merenungkan ayat-ayat-Nya. Di antara mereka ada yang berlama-lama berdiri shalat guna banyak membaca ayat-ayat Al-Quran. Imam Abu Hanifah dikabarkan mendirikan Qiyamul Lail dari selepas Isya hingga mendekati azan subuh. Ada orang yang melihatnya, bahwa beliau shalat sambil menangis.

Subhanallah, banyak orang menangis ketika mendengarkan ayat-ayat Al-Quran dibacakan dengan syahdu dan khidmat. Padahal mereka tidak mengerti artinya. Sesungguhnya Al-Quran itu tidak jauh dari dua hal: Peringatan dan kabar gembira. Kemudian mereka mengingat akan dosa-dosa yang telah mereka lakukan dan Al-Quran mengabarkan bahwa azab Allah sangat pedih bagi orang-orang fasik. Mereka mengingat akan nikmat yang telah diberikan kepadanya begitu banyak, namun sedikit sekali mereka mensyukurinya. Mereka yakin bahwa amal saleh akan dibalas Allah dengan surga, tapi mereka merasa bekal mereka belum memadai untuk menebusnya bila menghadapi yaumil hisab nanti.

Ketika al-Quran dibacakan, dengarkanlah agar kita mendapat rahmat dari-Nya. Ketika al-Quran dibacakan, jadikan ia seolah-olah turun kepada kita, sehingga jiwa kita terpaku hanya kepadanya. Betapa banyak orang yang mendapat hidayah ketika mendengarkan lantunan Al-Quran. Sentuhan kalbu oleh Al-Quran terhadap diri orang-orang beriman adalah kebenaran ruhani. Berbeda dengan kitab-kitab agama yang lain. Meskipun dibacakan dengan bahasa setempat atau dilantunkan dengan nyanyian-nyanyian gerejawi, orang-orang yang mendengarkannya tidak merasakan kenikmatan di dalamnya. Tidaklah mengherankan jika tempat-tempat ibadah mereka atau kitab-kitab agama mereka tidak mampu menjadi daya tarik bagi mereka. Mereka beribadah sebulan sekali atau seminggu sekali, tapi umat Islam beribadah setiap waktu, terutama lima kali dalam sehari. Jika mereka membaca kitabnya sebulan sekali atau seminggu sekali, tapi umat Islam membaca kitab sucinya setiap hari.

“Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.” (QS. al-Hajj: 40).

Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsir-nya, bahwa masjid disebutkan belakangan dan bersebelahan dengan kalimat “di dalamnya banyak disebut nama Allah” menunjukkan urutan-urutan tempat ibadah yang banyak disebut nama Allah. Setelah masjid, kemudian rumah ibadah orang Yahudi, dan seterusnya.

Bagaimana hati kaum muslimin tidak menjadi bersih dengan perbuatan mulia ini? Bagaimana kaum muslimin tidak dikatakan “sebaik-baik umat” karena ibadah yang bermanfaat ini dilakukan setiap hari?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar