Minggu, 26 Februari 2012

Telaah Keutamaan Ilmu dalam Al-Qur'an (1)

Pengantar

Pada kesempatan ini, saya mengajak para pembaca bersama-sama menelaah keutamaan ilmu dalam Al-Qur'an. Dengan mengkajinya, mudah-mudahan semangat kita dalam menuntut ilmu semakin bertambah kuat. Semangat inilah yang telah mewarnai umat Islam di masa kejayaannya. Sebagaimana hasil penelitian Dr. Osman Bakar — filsuf dan ilmuwan Malaysia — dalam bukunya yang berjudul Tauhid dan Sains,Tak diragukan bahwa, secara relijius dan historis, asal-usul dan perkembangan semangat ilmiah dalam Islam berbeda dari asal-usul dan perkembangan hal yang sama di Barat. Tak ada yang lebih baik dalam mengilustrasikan sumber relijius semangat ilmiah dalam Islamini daripada fakta bahwa semangat ini pertama kali terlihat dalam ilmu-ilmu agama.

Para pembaca sekalian bisa saja memberi masukan, saran, dan kritik untuk memperkaya kajian ini. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.

1. Al-Qur'an Selalu Melekat dalam Diri Orang yang Berilmu

“Sesungguhnya Al-Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim.” (QS. al-Ankabut: 49).

Keterangan: Yang dimaksud“di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu” adalah, ayat-ayat Al-Qur’an itu terpelihara dalam dada dengan dihapal oleh banyak kaum muslimin turun temurun dan dipahami oleh mereka, sehingga tidak ada seorangpun yang dapat mengubahnya. Sedangkan yang dimaksud “orang-orang yang zalim” adalah orang-orang yang melampaui batas lagi sombong; orang-orang yang mengetahui kebenaran, lalu mengingkarinya. (Tafsir Ibnu Katsir)

2. Orang Berilmu Yakin dengan Kebenaran Al-Qur'an

“Katakanlah: ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: ‘Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi’.” (QS. al-Isra: 107-108).

Keterangan: Yang dimaksud “Orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya” adalah Ahli Kitab yang saleh, berpengetahuan, dan mengamalkan pengetahuannya sebagaimana adanya. Mereka telah meyakini bahwa di dalam kitab suci mereka terdapat kabar tentang akan hadirnya seorang Nabi akhir zaman yang bernama Ahmad (Muhammad). Semua tanda itu sangat jelas, mereka yang ingkar ketika melihat tanda-tanda itu adalah orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, yaitu kesombongan.

Allah Swt. berfirman, “Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 146)

Setelah Nabi itu muncul, hati mereka menyambutnya dengan gembira dan segera beriman kepadanya. Di antara mereka ada orang seperti Abdullah bin Salam, Salman al-Farisi, Tsa’labah bin Saih, As’ad bin Saih, dan As’ad bin Ubaid. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir)

3. Menuntut Ilmu Disejajarkan dengan Pergi Berjihad

"Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (QS. at-Taubah: 122).

Keterangan: Ikrimah berkata, “Ketika turun ayat 39 surah at-Taubah, terdapat beberapa orang yang tidak ikut berperang, mereka tinggal di perkampungan Arab Badui untuk mengajarkan berbagai ilmu kepada orang-orang muslim di sana. Maka orang-orang munafik berkata, ‘Terdapat orang yang tidak ikut berperang, mereka tinggal bersama orang-orang Arab Badui. Maka celakalah mereka semua.’” Maka turunlah ayat 122. (HR. Ibnu Abi Hatim) (Lihat Asbabun Nuzul karya Imam as-Suyuti)

4. Orang yang Tidak Berpengetahuan akan Selalu Memperturutkan Hawa Nafsu

“Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” (QS. al-An’am: 119).

Keterangan: Menurut Imam Ibnu Katsir, ayat ini memberitahukan tentang kebodohan orang-orang musyrik. Makna sebaliknya, orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang berpengetahuan. Mereka menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa yang diharamkan Allah. (Tafsir Ibnu Katsir)

Menurut Dr. Wahbah Zuhaily, mereka menghalalkan makan bangkai, tetapi mengharamkan al-bahair (unta betina yang sudah beranak lima kali dan anak yang kelimanya jantan, lalu unta itu dibelah telinganya dan dilepaskan, tidak ditunggangi dan tidak diambil air susunya) dan as-sawaib (unta betina yang dibiarkan pergi kemana saja karena nadzar). (Al-Mausu’ah al-Qur’aniyyah al-Muyassarah)

“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan? Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. al-An’am: 144).

Yakni, tidak ada seorang pun yang lebih zalim dan aniaya daripada orang yang telah mengharamkan apa yang Allah halalkan baginya. (Tafsir Ibnu Katsir)

5. Akibat Dari Menyembunyikan Kebenaran

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati.” (QS. al-Baqarah: 159).

Keterangan: Ibnu Abbas berkata, “Mu’adz bin Jabal, Sa’ad bin Muadz, dan Kharijah bin Jaid bertanya kepada salah seorang Yahudi tentang sebagian kabar yang terdapat dalam kitab Taurat. Tetapi, dia menyembunyikannya dan mereka menolak untuk mengabarkannya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya pada ayat 159 surah al-Baqarah.” (HR. Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim) (Lihat Asbabun Nuzul karya Imam as-Suyuti)

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.” (QS. al-Baqarah: 174).

Keterangan: Ibnu Abbas berkata, “Ayat ini diturunkan berkenaan dengan para pemuka dan ulama Yahudi, mereka sangat mengharapkan bahwa Rasul yang diutus muncul dari kalangan mereka. Ketika terbukti bahwa Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul dan bukan dari kalangan mereka, mereka takut kehilangan lahan dan pamor mereka. Maka mereka sengaja mengubah sifat-sifat kenabian yang diterangkan dalam kitab mereka, kemudian mereka mengatakan bahwa sifat-sifat yang ada pada kitab mereka tidak sesuai dengan sifat-sifat yang ada pada Nabi Muhammad. Maka Allah Swt. menurunkan ayat 174 surah al-Baqarah.” (HR. ats-Tsa’laby) (Lihat Asbabun Nuzul karya Imam as-Suyuti)

Yang dimaksud dengan “harga yang sedikit” adalah harta duniawi. Sesungguhnya apa yang mereka makan dari hasil menyembunyikan kebenaran (sifat-sifat Nabi Muhammad) itu hanyalah api yang berkobar-kobar di dalam perut mereka di hari kiamat kelak. (Tafsir Ibnu Katsir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar