Selasa, 28 Februari 2012

Jalan yang Sulit dan Rumit Lebih Mereka Sukai Daripada Jalan Islam

Orang yang tidak beragama tidak akan tahu jalan mana yang harus mereka tempuh, kecuali jalan berdasarkan dugaan mereka belaka. Sedangkan bagi orang-orang yang taat beragama, di hadapan mereka ada petunjuk-petunjuk suci melalui Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya. Mereka merenungkannya dan mengamalkannya. Lalu, mereka merasakan kebahagiaan yang tiada terkira. Jalan lurus itu pendek dan singkat. Begitu mudah dan sederhana. Tapi ternyata yang sulit dan rumit lebih disukai orang yang tidak beragama. Sehingga, jalan mereka lalui pun menjadi sulit.

Bisa saja kita menemukan orang-orang yang bahagia di kalangan orang yang tidak beragama, tetapi kebahagiaan mereka tidak akan bisa menyamai kebahagiaan orang-orang yang taat beragama. Orang yang yakin dengan pertolongan Allah, ketika mendapat ujian dan cobaan tidak membuatnya goyah dari keyakinan itu. Seperti halnya yang dialami para Nabi dan Rasul, orang-orang saleh, dan para syuhada.

Sesungguhnya kita belum mendapatkan contoh teladan kesabaran dari orang-orang yang tidak beragama. Seberapa panjang dan kuatkah kesabaran mereka. Bisakah mereka melampaui kesabaran Nabi dan Rasul atau yang dibawahnya atau bahkan yang dibawahnya lagi. Apakah kita mendapati para Nabi dan Rasul serta orang-orang saleh adalah orang-orang yang berputus asa? Justru ajaran Islam selalu membimbing mereka. Selalu mengarahkan mereka ke arah kebaikan, kemudahan, dan kebahagiaan. Apa yang mereka lakukan dan tinggalkan, semata-mata untuk kebahagiaan mereka.

Mari kita tadaburi salah satu ayat berikut:

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)

Yang dimaksud dengan melampaui batas adalah berbuat dosa yang begitu banyak. Saking banyaknya, seolah-olah mereka menganggap bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa-dosanya itu. Lalu, Allah pun memberikan harapan kepada mereka: Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Selagi nyawa dikandung badan dan selagi engkau mau bertaubat, Allah masih bersedia mengampuni dosa-dosamu itu walaupun dosa-dosa itu sebanyak buih dilautan, pasir di pantai atau bintang-bintang dilangit. Karena, Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Maka tampaklah baginya fajar yang menyingsing menghadirkan pahala dan berlalulah malam yang mengusung bala. Tatkala matahari pahala mulai menyingsing, ia telah sampai pada tujuan dengan selamat, melewati segala bencana dengan penuh kesabaran.

Bukankah nilai-nilai spiritual ini adalah nilai-nilai yang mulia, yang lebih tinggi daripada nilai-nilai manapun? Tapi, mengapa mereka meremehkannya, menjauh darinya, bahkan mengatakan tidak beriman kepadanya? Bukankah hal ini berarti mereka menganggap diri mereka lebih hebat daripada Tuhan? Mereka menganggap bahwa mereka mampu membuat konsep yang lebih hebat daripada konsep Tuhan. Padahal yang ada, mereka hanya menunjukkan kebodohan mereka namun mereka tidak menyadarinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar