Setiap pohon yang tidak berbuah, seperti pohon pinus dan pohon cemara, tumbuh tinggi dan lurus, mengangkat kepalanya ke atas, dan semua cabangnya mengarah ke atas. Sedangkan semua pohonnya yang berbuah menundukkan kepala mereka, dan cabang-cabang mereka mengembang ke samping.
Rasulullah adalah orang yang paling rendah hati, meskipun dia memiliki segala kebajikan dan keutamaan orang-orang dahulu kala dan orang-orang sekarang, dia seperti sebuah pohon yang berbuah. Beliau berkata, “Aku diperintahkan untuk menunjukkan perhatian kepada semua manusia, untuk bersikap baik hati kepada mereka. Tidak ada Nabi yang sedemikian diperlakukan dengan sewenang-wenang oleh manusia selain aku.”
Kita tahu bahwa beliau dilukai kepalanya, ditanggalkan giginya, lututnya berdarah karena lemparan batu, tubuhnya dilumuri kotoran, rumahnya dilempari kotoran ternak. Beliau di hina, dan di siksa dengan keji. Namun beliau tetap saja berdoa, “Wahai Allah, Tuhan kami, bimbinglah umatku ke jalan yang lurus, sebab mereka tidak mengetahui apa yang mereka kerjakan.”
Ketika Makkah berhasil ditaklukkan, beliau berkata kepada orang-orang yang pernah menyiksanya: “Bagaimanakah menurut kalian, apakah yang akan kulakukan terhadapmu?” Mereka menangis dan berkata: “Engkau adalah saudara yang mulia, putra saudara yang mulia.” Nabi Saw. bersabda: “Pergilah kalian! Kalian adalah orang-orang yang dibebaskan. Semoga Allah mengampuni kalian.” (HR. Thabari, Baihaqi, Ibnu Hibban, dan Syafi’i).
Abu Sufyan bin Harits, sepupu beliau, lari dengan membawa semua anak-anaknya karena pernah menyakiti Rasul Saw., maka Ali bin Abi Thalib ra bertanya kepadanya: “Hai Abu Sufyan, hendak pergi kemanakah kamu?” Ia menjawab: “Aku akan keluar ke padang sahara. Biarlah aku dan anak-anakku mati karena lapar, haus, dan tidak berpakaian.” Ali Bertanya: “Mengapa kamu lakukan itu?” Ia menjawab: “Jika Muhammad menangkapku, niscaya dia akan mencincangku dengan pedang menjadi potongan-potongan kecil.” Ali berkata: “Kembalilah kamu kepadanya dan ucapkan salam kepadanya dengan mengakui kenabiannya dan katakanlah kepadanya sebagaimana yang pernah dikatakan oleh saudara-saudara Yusuf kepada Yusuf: ‘….Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).’” (Yusuf: 91).
Abu Sufyan pun kembali kepada Nabi Saw. dan berdiri di dekat kepalanya, lalu mengucapkan salam kepada beliau seraya berkata: “Wahai Rasulullah, demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan engkau atas kami dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).” (Yusuf: 91).
Rasulullah Saw. pun menengadahkan pandangannya, sedang air matanya membasahi pipinya yang indah hingga membasahi jenggotnya.
Rasulullah menjawab dengan menyitir firman-Nya: “…Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu. Mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu) dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.” (Yusuf: 92).
Di dalam diri Rasulullah terdapat tanda-tanda kebesaran Allah. Aisyah ra mengatakan bahwa Rasulullah ibarat Al Quran yang berjalan. Setiap kata-kata yang keluar begitu menawan hati, melembutkan perasaan dan mengobarkan semangat juang. Segala tingkah lakunya mencerminkan kebaikan; pemaaf, santun, lemah lembut, banyak diam, banyak berpikir dan merenung, halus dalam bertutur kata, dan tegas dalam memegang prinsip kebenaran. “Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al Qalam: 4).
Sungguh, jika Rasulullah berlaku sombong, tentu beliau akan dijauhi orang. Beliau adalah manusia biasa seperti kita-kita; berjalan di pasar, membantu istrinya, menggendong anak-anak kecil bahkan dikompoli anak-anak itu tapi beliau tidak marah. Beliau pernah mempercepat shalatnya karena mendengar suara tangis bayi agar sang ibu yang sedang shalat dapat mengurus anaknya segera. Beliau bukanlah raja yang ingin dilayani, justru beliau adalah orang yang melayani, terseyum, bahagia, dan gembira, wajahnya mencerminkan optimisme dalam hidup. Rumah beliau sederhana, begitupun makanan dan pakaiannya, kasurnya terbuat dari pelepah-pelepah kurma sehingga bila bangun tidur, tampak guratan-guratnnya di badannya. Beliau jarang makan enak. Bila tidak senang dengan makanan itu pasti beliau menjauhinya tanpa mengomentari apalagi mencaci.
Subhanallah, itulah beliau. Islam kini telah berkembang pesat, dari timur hingga ke barat, dari utara hingga selatan. Beliau dicintai karena rendah hati. Semoga kita pun demikian di hari ini dan nanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar