Sabtu, 25 Februari 2012

Bekerja untuk Meraih Kemuliaan dan Kemerdekaan


Wajiblah bagi orang yang cerdas untuk memelihara apa yang dimilikinya dan rajin berusaha untuk tidak membuka peluang bagi kezaliman atau penghinaan orang-orang yang bodoh. (Imam Ibnu Al-Jauzy)

Sebelum menikah, saya membuat sebuah prinsip. Prinsip ini mudah-mudahan dapat menjadi karakter saya. Saya berkata kepada calon istri saya jika saya memiliki prinsip: Kesederhanaan dalam kemandirian. Apa maksud dari prinsip itu?

Hidup sederhana dalam kemandirian lebih baik daripada hidup boros dalam kekayaan. Kekayaan bisa habis dengan pemborosan. Setelah itu kita tidak punya apa-apa. Lalu kita menjadi peminta-minta. Maka terhinalah kita karenanya. Sebaliknya, orang yang memiliki prinsip kesederhanaan dalam kemandirian akan berusaha dengan kemandiriannya. Dia akan bersiap diri bila masa paceklik tiba. Hidup sederhana menjadi pilihan untuk mengamankan masa depan, hidup dalam kemuliaan, dulu yang biasa memberi akan tetap memberi di masa yang akan datang. Dia adalah orang yang rajin menabung, menginvesasikan hartanya bukan menghambur-hamburkannya. Jika dia kaya, cukuplah baginya rumah yang proporsional untuk dirinya. Dia tidak akan membeli barang diluar kebutuhannya, berlebih-lebihan dan berperilaku konsumtif.

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.: “Sungguh lebih baik bagi seseorang membawa seikat kayu bakar dipunggungnya (lalu menjualnya) daripada meminta-minta kepada orang lain yang mungkin akan memberinya atau menolaknya.” (HR. Malik, Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasai)

Anar r.a. meriwayatkan bahwa seorang Anshar pernah datang kehadapan Rasulullah Saw. dan meminta sesuatu (mengemis), Rasulullah Saw. bertanya kepadanya, “Apakah di rumahmu benar-benar tidak ada apapun?” Ia menjawab, “Ya Rasulullah, di rumah hanya ada kantong kain terpal, satu bagian saya pakai, satu bagian lagi saya bentangkan untuk istirahat tidur dan sebuah gelas yang saya pakai untuk minum.” Rasulullah Saw. bersabda, “Bawalah kedua barang itu kepadaku.”

Orang Anshar itupun membawanya kehadapan Rasulullah Saw.. Kemudian Rasulullah Saw. mengambil barang itu dan mengumumkannya, “Siapa yang akan membeli barang-barang ini dariku?”

Seseorang menjawab, “Aku akan membeli keduanya seharga satu dirham.” Rasulullah Saw. bertanya (menawarkan) beberapa kali, “Siapa yang mau membeli dengan harga yang lebih tinggi?”

Akhirnya seseorang berkata, “Aku akan membelinya seharga dua dirham.” Kemudian Rasulullah Saw. menjual barang-barang tersebut kepadanya dan memberikannya dua dirham itu kepada orang Anshar tadi serta bersabda, “Belilah makanan dengan satu dirham dan beri makanlah keluargamu. Satu dirham lainnya belikanlah kapak dan bawalah kapak itu kepadaku.”

Orang Anshar itu kemudian membeli kapak dan membawanya kapak itu kepada Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. kemudian mengambil kapak itu dengan tangannya yang penuh berkah memasangkan pegangan (tangkai) pada kapak itu lalu menyerahkan kepada orang itu seraya bersabda, “Pergilah, potonglah kayu dan juallah. Jangan datang kepadaku sebelum lima belas hari.”

Orang itu melakukan apa yang diperintahkan dan datang lagi setelah lima belas hari dengan membawa uang sepuluh dirham. Dengan uang itu ia membeli pakaian dan makanan. Rasulullah Saw. bersabda, “Ini lebih baik bagimu daripada engkau muncul pada hari Kiamat dengan tanda di wajahmu yang menunjukkan bahwa engkau adalah seorang pengemis.”

'Sungguh pagi-pagi seorang berangkat, lalu membawa kayu bakar di atas punggungnya, ia bersedekah dengannya dan mendapatkan kecukupan dengannya, sehingga tidak minta-minta kepada orang lain, jauh lebih baik baginya daripada meminta ke orang lain, mereka memberinya atau menolaknya. Ini karena tangan yang di atas jauh lebih baik daripada tangan di bawah, dan mulailah dari orang yang menjadi tanggungan Anda.'' (HR. Muslim dan Turmudzi).

''Orang yang berusaha keras mengejar kesejahteraan dunia dengan cara-cara yang benar, dengan menjauhkan diri dari meminta-minta kepada orang lain untuk membiayai keluarganya, dan bersikap baik kepada tetangga, maka pada hari kiamat dia akan dibangkitkan Allah dengan wajah cemerlang seperti bulan purnama.'' (HR. Abu Naim).

“Tidak ada mata pencaharian yang lebih baik daripada yang diperoleh dengan tangannnya sendiri, sehingga apa saja yang digunakan untuk dirinya sendiri, untuk anaknya dan untuk pelayannya, baginya merupakan sedekah..” (HR. Ibnu Majah dari Miqdam bin Ma’dikariba)

Hadits-hadits di atas menjadi penyemangat bagi kita untuk rajin mencari nafkah, karena merupakan ibadah dan maghfirah. Giat mencari nafkah, meskipun bekerja sebagai tukang kayu atau pekerjaan-pekerjaan rendahan lainnya, akan jauh lebih utama daripada menjadi seorang peminta-minta. Dengan cara itulah hidup kita menjadi lebih tenang, lebih merdeka, dan lebih bermartabat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar