Sebuah hasil penelitian psikologi menyebutkan, bahwa orang-orang yang ingin mencari ketenaran dalam hidupnya biasanya tidak jujur terhadap orang lain. Karena ingin cepat terkenal dia mengambil jalan pintas, misalkan seorang penulis menjiplak begitu saja karya orang lain, atau seorang mubaligh “menjatuhkan” mubaligh lainnya agar dirinya lebih terkenal dari mubaligh itu, atau seorang pemuda yang ingin cepat kaya dengan jalan menjual narkoba, dan sebagainya.
Orang-orang yang menyukai ketenaran adalah orang-orang yang cinta dunia. Yang mengukur segala sesuatunya dengan hal-hal yang berbau materi. Ketenaran adalah sesuatu yang ingin selalu diperlihatkan pelakunya kepada orang lain. Dan dengannya manusia memuji-mujinya karena kehebatan, prestasi, dan kebaikan yang ia lakukan. Bukan semakin rendah hati justru semakin menjadi-jadi, dia selalu ingin dipuji-puji. Jika tidak ada orang yang memujinya, maka dia mencari jalan agar orang mau memujinya. Entah apa itu jalan yang halal maupun haram. Dia harus memanipulasi dirinya agar terlihat hebat dan cerdas.
Orang-orang semacam ini hanya pintar berkata-kata (bermanis mulut). Di hadapan orang banyak dia tampil begitu meyakinkan, namun ketika sedang sendiri dia melakukan kebusukan-kebusukan dan lupa dengan apa yang dikatakannya sendiri. Orang-orang seperti inilah yang ditegur dan dibenci Allah Swt:
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. ash-Shaff: 2-3).
Orang-orang saleh sangat tidak menyukai ketenaran. Karena mereka beribadah hanya semata-mata karena Allah Swt. Mereka menjauhi ketenaran seolah-olah ketenaran itu sebuah kemaksiatan yang sangat besar.
Sahabat Nabi yang utama, salah satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga, Sa’ad bin Abi Waqash justru menyembunyikan dirinya ketika perebutan kekuasaan terjadi. Seandainya saja dia mau, niscaya kekuasaan itu akan datang kepadanya. Dia berkata (dengan menukil sabda Nabi Saw), “Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang bertakwa, kaya dan yang sembunyi-sembunyi.”
Di dalam catatan sejarah disebutkan bagaimana seorang ulama saleh bernama Ali Zainal Abidin suka bersedekah secara sembunyi-sembunyi untuk fakir miskin. Orang miskin tidak mengetahui siapa yang bersedekah untuk mereka. Karena sedekah suci itu sudah ada di depan mereka ketika mereka membuka pintu rumah. Ketika wafatnya, ada bekas tanda hitam dipundaknya, karena banyak memanggul bahan-bahan makanan untuk fakir miskin. Setelah itu, tidak ada lagi seorang dermawan yang memberi makan fakir miskin di tempat itu. Beliau tidaklah terkenal, tenar, tapi namanya harum di seantero langit. Beliau adalah penolong agama Allah yang sesungguhnya. Sebagaimana Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya penolong-penolongku yang paling kuidam-idamkan di sisiku adalah orang Mukmin yang ringan punggungnya, banyak melaksanakan shalat, membaguskan ibadah kepada Rabbnya, menaatinya secara sembunyi-sembunyi, tidak diketahui di tengah-tengah manusia, dirinya ditunjuk dengan jari orang-orang, rezekinya sekedar yang mencukupi kebutuhan, lalu dia bersabar atas yang demikian itu.” Lalu beliau menepuk-nepuk dada dan bersabda, “Kematiannya disegerakan, sedikit orang yang menangisinya dan sedikit pula warisannya.”
Ketika ada orang yang suka pada ketenaran, janganlah engkau percaya kepadanya. Karena orang seperti itulah yang merusak agama ini dari dalam, walaupun dia menyadarinya bahwa dirinya sedang mengadakan perbaikan.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفسِدُوا فِي اْلأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ
Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." (QS. al-Baqarah: 11).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar