إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal: 2).
Membiasakan Diri Berbuat Baik
Seseorang tidaklah ditakdirkan menjadi orang yang baik kecuali jika ia membiasakan diri berbuat baik. Ia juga tidak dikatakan beriman kecuali jika ia memang benar-benar beriman, baik dengan hati, ucapan, maupun perbuatannya.
Seseorang dikatakan kafir karena dia telah ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya. Ia dikatakan penjahat karena ia terbiasa melakukan kejahatan. Dikatakan pendusta karena ia sering berdusta.
Membiasakan diri berdzikir dan membaca al-Quran, membuat hati menjadi terbiasa dengan apa yang diingat dan dibacanya itu. Ketika diri mendapat musibah, ia ingat kepada Allah dan berucap innalillahi wa inna ilaihi rojiuun. Ia juga ingat dengan ayat-ayat yang membicarakan kesabaran. Hatinya menjadi tenang kembali setelah sebelumnya merasa gelisah. Ia yakin dengan janji Allah itu suatu saat nanti pasti akan terwujud.
Ketika ia mendapatkan suatu kesenangan, ia ingat Allah dan berucap alhamdulillah. Ia juga ingat dengan ayat-ayat tentang keutamaan bersyukur. Rasa senangnya itu menjadi tidak berlebihan. Ia yakin jika ia banyak bersyukur, Allah pasti akan menambahkan nikmat kepadanya.
Ketika ia mendapatkan peluang berbuat kemaksiatan terbuka lebar, ia ingat Allah Yang selalu mengawasinya setiap saat. Ia ingat dengan ayat-ayat yang melarangnya dan Allah akan menimpakan kehinaan kepadanya jika ia melakukannya. Ia pun sadar dan segera berlalu darinya; memohon perlindungan kepada-Nya dan memperbanyak istighfar.
Dengan cara itu, Allah akan melimpahkan hikmah kepadanya dan membuat hatinya tenang dan bahagia. Allah akan memberikan cahaya pada wajahnya dan menunjukkan jalan yang lurus.
Melihat Kelemahan Diri
Tubuh ini lemah. Karena perubahan cuaca, tubuh ini bisa jatuh sakit. Karena sering terkena air hujan, kita bisa terkena flu. Belum lagi kuman-kuman atau bakteri-bakteri yang ada di sekitar kita terus-menerus menggempur kita. Jika bukan karena karunia-Nya, kita pasti binasa.
Ketika kita mengetahui bahwa bumi ini berada dalam tata surya yang sangat luas. Di dalamnya terdapat trilyunan galaksi, melebihi pasir yang ada di bumi. Ternyata bumi ini kecil. Ternyata kita berada di dalam bumi yang kecil itu. Dan ternyata di dalam bumi kita temui makhluk-makhluk yang lebih besar dari kita. Jika kita dilihat dari ujung tata surya, niscaya kita tidak terlihat karena saking kecilnya, bahkan bumi pun tidak terlihat. Bumi ibarat hamparan pasir yang sering kita injak-injak. Mengetahui fakta ini, hati pun bergetar. Maha Besar Allah. Kita ini sangat kecil, tapi seringkali merasa besar. Kita ini lemah, tapi seringkali merasa paling kuat. Jika Allah telah berhasil menciptakan makhluk yang serumit diri kita, maka bagaimana Allah menciptakan makhluk yang lebih rumit daripada kita? Tidak ada akal yang sanggup menjangkau kebesaran-Nya, karena Dia memang Maha Besar.
Menangis
“Jika kalian tahu apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa,” demikian Nabi bersabda. Ya, Nabi mengatakan itu karena Nabi pernah melihat surga dan neraka. Nabi melihat betapa dahsyatnya neraka itu. Jika Allah menggambarkan tentang surga dan neraka, itu hanya sebatas kemampuan akal kita saja. Padahal keduanya lebih dahsyat daripada yang digambarkan. Jika surga itu indah, sebagaimana yang digambarkan, sesungguhnya ia lebih indah daripada yang digambarkan itu. Jika neraka itu mengerikan, sesungguhnya ia lebih mengerikan daripada yang telah kita ketahui selama ini.
Menangis memang wajib bagi orang-orang beriman. Apalagi ketika kita dihadapkan pada banyaknya dosa-dosa, banyaknya nikmat yang belum kita syukuri, rahmat Allah yang diberikannya kepada kita, surga Allah yang dijanjikan, neraka Allah yang mengerikan, azab-Nya yang pedih. Di tengah ancaman dan karunia Allah itu, apakah kita tidak malu jika tidak menangis? Apakah semua itu belum cukup membuat kita menangis? Seberapa keraskah hati sehingga tidak mau menangis? Kata seorang ulama, jika kita tidak sanggup menangis, berpura-puralah menangis. Menangislah! Karena kita memang harus menangis!
Seolah-olah Ia Diturunkan Kepadamu
Bagaimana jika ayat-ayat al-Quran diturunkan kepadamu? Bukankah gunung hancur karena tidak sanggup menanggung bebannya? Bukankah mata dan kaki Rasulullah bengkak karena terlalu sering menangis dan terlalu lama berdiri shalat? Bukankah para sahabat Nabi dan orang-orang shalih menangis setiap hari?
Mereka merasakan beban dan tanggung jawab yang besar ketika mengetahui apa yang dititahkan-Nya, yaitu untuk diamalkan, bukan sekedar diucapkan, dipelajari, dan didengarkan. Ayat-ayat tentang surga turun sementara diri adalah ahli neraka. Ayat-ayat tentang munafik turun sementara diri enggan melepas kemunafikan. Ayat-ayat zina turun sementara diri begitu riang dan asyik berzina. Tidakkah malu?!
Ketika ayat-ayat-Nya dibacakan, tundukklah, dan dengarlah dengan khusyu. Bayangkan seolah-olah ia diturunkan kepadamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar