Saya sangat senang menulis. Menulis apa saja. Ketika saya menulis, jiwa saya merasa lebih baik. Saya merasakan ada keindahan dan kedamaian luar biasa di dalam dunia tulis-menulis. Mungkin ini cara saya untuk brainstorming. Tidak ada media untuk mencurahkan segala isi hati sebaik melalui tulisan. Saya membayangkan jika saya hendak buang hajat, karena ada orang di kamar mandi saya berusaha menahannya agar hajat itu tidak keluar. Bagi saya, saat itu adalah masa yang paling tidak menyenangkan. Tetapi ada perasaan aneh ketika pada akhirnya saya dapat membuangnya. Ada perasaan lega! Rasanya ganjalan-ganjalan itu hilang seketika.
Orang-orang yang “sakit” tidak merasakan kenyamanan dalam hidupnya, sedangkan orang-orang yang “sehat” merasakan kenyamanan. Sebagian orang yang sedih melarikan dirinya pada rangkaian syair-syair indah atau sekumpulan cerpen atau renungan-renungan panjang. Sebagian lagi melarikan dirinya pada suatu kejumudan intelektual; menghabiskan waktunya dengan lamunan yang tidak berguna. Jika saya disuruh memilih, maka saya termasuk orang yang memilih yang pertama. Bagaimana denganmu?
Tiba-tiba menjadi penyair? Mungkin sebuah naluri, dan mengikuti naluri bukan suatu bentuk kejahilan. Selama naluri itu mengajak kita pada hal yang positif, mengapa tidak? Siapa tahu kita memang ditakdirkan menjadi penyair hebat setelah kita sedang ditimpa ujian dan cobaan? Bukankah Jalaluddin Rumi, penyair terkenal dari Konya, banyak menulis syair setelah kehilangan sahabat yang dicintainya? Bukankah Khalil Gibran dapat menulis cerpen “Sayap-Sayap Patah” setelah ditinggalkan kekasih tercinta? Bukankah Sayyid Quthb dan HAMKA menulis kitab tafsirnya yang paling fenomenal ketika dalam penjara? Bukankah Aidh al-Qarni menulis kitab-nya yang paling terkenal, La Tahzan, ketika berada di dalam penjara?
Menulis itu melebur, menyatu dengan jiwa kita. Dari sanalah kita menatap keluar. Jiwa adalah rumah yang memiliki banyak jendela. Setiap jendela itu jika dibuka, maka inspirasi-inspirasi itu masuk. Inspirasi adalah udara yang kita hirup hingga kita merasakan kesegaran yang luar biasa. Tidaklah mengherankan jika saat ini para ilmuwan mulai mengembangkan terapi menulis untuk meningkatkan kesehatan manusia. Jika memiliki efek yang bagus dan indah itu, mengapa kita tidak menulis? Efek menulis adalah untuk diri kita sendiri. Jangan karena ingin disebut penulis, lantas kita meng-copy paste tulisan orang lain. Apa yang kita dapatkan dari hal semacam itu? Popularitas? Tidak ada. Kalaupun ada, itu adalah popularitas yang kering. Ia sama sekali tidak menyentuh lubuk hati kita yang paling dalam. Kalau kita sakit, ia tidak dapat mengobati luka hati kita. Kalau sedih, ia tidak dapat menghibur kita. Kalau bahagia, ia tidak dapat mengingatkan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar