Kamis, 29 Maret 2012

Mukmin Sejati

Saya senang menulis di blog. Saya berpikir, apa yang saya lakukan ini adalah salah satu cara (wasilah) dalam mengenalkan pikiran saya kepada banyak orang. Karena dunia maya bisa dikatakan dunia tanpa batas, yang memberikan peluang untuk berbuat kebaikan. Jika tulisan saya kemudian memberikan kebaikan kepada orang lain, yang sudah pasti menjadi niat awal saya, maka saya bersyukur kepada Allah. Semoga saja saya dapat konsisten di dalam menggelutinya.

Di samping mengisi blog, saya juga asyik surfing dipelbagai website dan blog. Kalau dari website, biasanya saya mendapatkan informasi berupa berita-berita dunia Islam terkini. Sedangkan dari blog saya dapatkan catatan harian dan pemikiran blogers yang bersangkutan. Artinya, blog itu lebih bersifat personal. Inilah yang menarik dari blog. Hingga kini sudah banyak sekali orang menulis di blog, saya tidak tahu pasti berapa jumlahnya karena saking banyaknya.

Apa yang saya dapatkan dari membaca blog orang? Seperti yang saya katakan di atas, blog itu bersifat personal, jadi saya seolah dapat “membaca” pikiran pemilik blog tersebut. Saya merasakan kebahagiaan atau kesedihan yang dia rasakan. Kisah-kisahnya kadang membuat hati saya miris, sedih, kadang mata ini berkaca-kaca, kadang pula saya merasa terhibur dengan tutur bahasanya yang ceplas ceplos dan terkesan lugu. Ada kisah yang bertutur seseorang yang sudah berumur namun belum juga mendapatkan pendamping hidup, ada yang sudah menikah cukup lama namun belum juga diberi momongan, ada yang tidak jadi menikah padahal sudah direncanakan sebelumnya, ada yang stres karena belum juga menyelesaikan skripsinya, dan sebagainya.

Saya berusaha memahami kejadian-kejadian itu. Saya memahaminya, bahwa semua ini menunjukkan kebesaran dan keagungan Allah. Mungkin dari sana manusia akan semakin dekat dengan Allah, berharap kepada-Nya, memohon pertolongan-Nya, beriman dan bertakwa kepada-Nya. Hal ini juga menunjukkan kelemahan manusia yang tidak bisa berbuat apa-apa saat ujian dan cobaan itu datang menerpa.

Setidaknya, manusia terbagi dua ketika menghadapi ujian dan cobaan, yaitu: semakin tunduk dan khusyu’ kepada-Nya, dan kedua, semakin lemah, bahkan semakin jauh dari-Nya. Memang sulit menghadapi ujian dan cobaan itu, tapi Allah tidak akan membebani sesuatu yang diluar kemampuan hamba-Nya. Ujian seorang Nabi tidak mungkin diberikan juga kepada orang awam. Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang, semakin besar ujian dan cobaan itu mendesaknya. Karena ujian dan cobaan itu berfungsi sebagai “tarbiyah” yang menempa besi buruk menjadi pedang yang tajam.

Yang sangat diperlukan dalam menghadapi ujian dan cobaan itu adalah sikap sabar. Sikap sabar itu akan terlihat pada diri seseorang ketika menghadapi gejolak awal ujian dan cobaan itu. Dalam hadits, hal ini, dikenal dengan istilah “goncangan pertama”. Sabar, menurut para ulama terbagi tiga: pertama, sabar dalam menghadapi musibah. Kedua, sabar ketika menjauhi maksiat. Ketiga, sabar dalam taat kepada-Nya. Sabar, kata Imam Ibnul Qayyim, adalah separuh dari iman, sedangkan separuhnya lagi adalah syukur. Sabar dan syukur ibarat dua sejoli yang saling melengkapi dan mengasihi. Di saat mendapat nikmat, kita bersyukur. Di saat mendapat musibah, kita bersabar. Kedua hal inilah – jika ada pada diri seorang muslim – yang membuat kagum Rasulullah Saw.. Suatu yang dikagumi oleh Rasulullah, sudah pasti dikagumi juga oleh Allah.

Manusia, belum menunjukkan siapa dirinya sebenarnya sebelum dia mendapat ujian dan cobaan. Karena untuk mengatakan bahwa “saya sabar” belum cukup untuk membuktikan dirinya sabar sebelum ia diberi ujian dan cobaan. Besi yang ditempa bisa menjadi pedang, pisau atau barang antik lainnya. Itulah makna ujian dan cobaan, membuat Anda menjadi manusia seutuhnya, yang sudah merasakan pahit getirnya hidup ini, yang sudah merasakan asam garam hidup di dunia ini, yang sudah merasakan “inilah dunia!” – tempat berkeluh kesah. Dengannya, Anda menjadi tahu lubang-lubang yang sama persis seperti lubang yang Anda dulu pernah terjerembab di dalamnya.

Itulah mengapa Imam Jalaluddin Rumi dapat menuliskan ribuan syair yang menggugah, yaitu ketika ditinggal gurunya Syamsuddin. Imam Ibnu al-Jauzy dapat menulis ratusan buku, yaitu karena masa mudanya diisi dengan kegiatan ilmiah yang padat. Khalid bin Walid menjadi panglima perang terbesar dalam sejarah karena telah mengikuti banyak peperangan yang membuat tubuhnya penuh dengan luka. Abdurrahman ad-Dakhil yang dijuluki al-Manshur sebagai “orang paling pemberani dari Quraisy” mampu membangun imperium kekhalifahan Bani Umayah di Andalusia Spanyol karena kerja kerasnya dalam menempuh apa yang dicita-citakannya.

Merekalah orang yang berhasil memenangkan “pertarungan” ini dengan mendapatkan gelar “mukmin sejati”. Allah Swt. berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَا أَخْبَارِكُمْ

“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwal (keimanan)mu.” (QS. Muhammad: 31).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar