Rabu, 21 Maret 2012

Batu-Batupun Menangis (2)

Membaca berita demi berita perjuangan rakyat Palestina membuat saya menangis haru. Inilah perjuangan yang tak kenal henti. Mereka telah mempersembahkan darah dan airmata setiap hari. Mereka tetap tegar di tengah himpitan ujian dan cobaan. Inilah perjuangan terbaik yang pernah dipersembahkan Islam kepada dunia. Di baliknya ada pelajaran kesetiaan, keberanian, kepatuhan, dan konsistensi diri.

Jika peristiwa Holocoust benar-benar terjadi, orang-orang Yahudi hanya merasakan penderitaan sekali pukul saja. Tapi bangsa Palestina menderita pukulan berkali-kali, bertubi-tubi. Bangsa Palestina tengah menghadapi pembantaian yang belum pernah terjadi pada umat-umat sebelumnya. Perdamaian demi perdamaian hanya omong kosong dan tidak memberikan keuntungan apa-apa bagi bangsa Palestina. Bahkan sedikit demi sedikit wilayah Palestina dan negara-negara tetangganya (Mesir, Syiria, Yordania, dan Libanon) mereka caplok. Perlu kita ingat bahwa negara Israel Raya tidak hanya berdiri di atas bangsa Palestina, tetapi sampai menembus Turki dan Irak!

Tidak aneh kemudian negeri-negeri Islam dibuat berantakan, karena mereka telah mengadakan makar yang keji. Tak bisakah anak-anak kecil itu menikmati masa bermain? Tidak bisakah para remajanya berkonsentrasi belajar? Tidak bisakah orang-orang tua sibuk membangun negeri sejahtera? Tidak bisakah orang-orang biadab itu menyisakan kebahagiaan walau sedikit saja? Begitu keraskah hati mereka sehingga dengan kejinya mereka membantai satu demi satu, setiap hari, rakyat Palestina? Meruntuhkan rumah yang sebelumnya dibangun dengan susah payah?! Oh, di mana tempat berlindung yang aman?

Seandainya pemimpin-pemimpin negara Islam bukan pecundang. Seandainya tampil Shalahuddin baru membebaskan negeri itu. Seandainya.seandainya.. apakah hanya itu yang bisa kita katakan? Kesadaran mana lagi yang dapat mengetuk hati mereka? Di mana lagi bentuk kepedulian kita? Doa kah? Ah, malas sekali kita ucapkan. Bagaimana pertolongan Allah akan turun?

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّن بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ اْلأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءَ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Baqarah: 74).

Jika batu-batu dapat menangis, mengapa kita tidak menangis? Menangisi ketidakberdayaan kita di hadapan musuh Allah! Menangisi jiwa-jiwa kerdil yang penuh dosa. Menangisi tangisan seorang ibu yang suami dan anaknya tewas diterjang peluru bangsa biadab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar