Kamis, 08 Maret 2012

Dia Lebih Takut Allah Ketimbang Manusia

"Barangsiapa mencari keridhaan manusia dengan apa yang memurkakan Allah, maka orang-orang yang tadinya memuji akan berubah mencelanya. Namun barangsiapa mengutamakan ketaatan kepada Allah, meskipun berakibat orang-orang menjadi marah kepadanya maka cukuplah Allah yang menjadi penolong dan pembelanya dalam menghadapi permusuhan tiap musuh, kedengkian tiap pendengki dan kezaliman tiap orang zalim." (al-Hadits)

Dimanapun dan sedang berbuat apapun kita, sesungguhnya Allah Maha Melihat lagi Maha Mengetahui. Itulah asas kehidupan orang-orang yang ingin meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Di dalam hati mereka selalu muncul perasaan muroqobah. Mereka yakin bahwa Allah sedang mengawasi gerak-gerik dan mencatat amal-amal mereka.

Sungguh sangat menderita orang-orang yang mendurhakai Allah lantaran ingin menyenangkan hati manusia. Di dalam hati mereka Allah begitu sangat kecil. Mereka berharap, meminta, dan mempertaruhkan hidupnya demi manusia. Ketika dirinya terlihat oleh orang lain, dia berpura-pura menjadi orang alim, bahkan menunjukkan kepada orang itu bahwa dirinya sangat alim dan jauh dari maksiat. Namun, ketika sedang sendirian, dia menjadi orang yang paling jauh dari Allah, paling durhaka, dan paling sesat di antara makhluk-makhluk-Nya yang lain. Perbedaannya seperti langit dan bumi.

Apakah yang menyebabkan orang hanya takut kepada manusia, tetapi tidak takut kepada Allah? Sahabatku, inilah tanda-tanda lemahnya keyakinan mereka akan keberadaan Allah. Kelemahan itu disebabkan oleh dosa-dosa yang menumpuk. Dosa-dosa itu kemudian mengeraskan hati, minimal menjadi maridh (sakit) dan yang paling parah menjadi mayyit (mati). Apalah daya hati yang telah berubah menjadi mayyit. Setiap bisikan kebenaran tak bisa mempengaruhi hatinya, bahkan kalau bisa, dia menjauhi kebenaran itu sejauh-jauhnya guna memperturutkan hawa nafsunya. Ketika mendengar kebenaran itu, dia merasa muak. Rasa muak itu bisa terlihat dan tidak terlihat. Yang terlihat, bisa dilihat dari tindakannya yang mendurhakai kebenaran yang dijumpainya. Yang tidak terlihat, kemuakan itu tersimpan di dalam hatinya.

Dikisahkan bahwa seorang wanita yang disebut al-Ghamidziyah datang menemui Rasulullah, dan ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah berzina, sucikanlah aku!” Tapi Rasulullah menolak pengakuannya itu.

Keesokan harinya, ia datang kembali kepada Rasulullah seraya berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa Anda menolak pengakuanku? Apakah Anda menolakku sebagaimana menolak pengakuan Ma'iz? Demi Allah, saat ini aku sedang hamil.” Rasulullah mengatakan, “Baiklah, kalau begitu kamu pergilah dulu sampai kamu melahirkan anakmu.”

Seusai melahirkan, wanita itu kembali menghadap Rasulullah sambil menggendong bayinya itu dalam selembar kain seraya melapor, “Inilah bayi yang telah aku lahirkan.” Beliau bersabda, “Susuilah bayi ini hingga disapih.”

Setelah disapih, wanita tersebut kembali menghadap beliau dengan membawa bayinya yang di tangannya memegang sekerat roti. Ia berkata, “Wahai Nabi, aku telah menyapihnya. Ia sudah bisa makan makanan.”

Akhirnya, Rasulullah pun mempercayai pengakuan wanita itu, lalu menyerahkan anak itu kepada seorang pria dari kalangan ummat Islam, dan kemudian beliau memerintahkan agar menggali lubang sampai di atas dada, lalu memerintahkan orang-orang untuk merajam wanita tersebut. Saat itu Khalid bin Walid membawa batu di tangannya lantas melemparkannya ke arah kepala wanita itu hingga darahnya memuncrat mengenai wajah Khalid. Khalid pun memaki wanita itu. Akan tetapi Rasulullah mengatakan, “Sabar wahai Khalid! Demi Dzat yang jiwaku ada di tangannya, sungguh dia telah bertaubat dengan taubat yang seandainya dilakukan oleh seorang pemungut cukai (pajak), niscaya ia akan diampuni.”

Dan dalam riwayat yang lain, ketika Rasulullah menshalatkan wanita al-Ghamidziyah ini, Umar bin Khaththab terheran, “Engkau menshalatinya, wahai Rasulullah? Padahal ia telah berzina.” Rasulullah menjawab, “Ia telah bertaubat dengan taubat yang sekiranya dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, niscaya mencukupinya. Apakah engkau menemukan taubat yang lebih baik daripada orang yang menyerahkan jiwanya kepada Allah?”

Jadi, tidak ada jalan yang lebih tepat dan menguntungkan bagi orang-orang yang ingin takut kepada Allah, kecuali dengan menanamkan perasaan muroqobah ke dalam lubuk hatinya dan menjauhi segala bentuk dosa, baik yang besar maupun kecil. Jangan engkau lihat kecilnya dosa, tapi lihatlah kepada siapa engkau berbuat dosa. Allah telah berjanji kepada orang-orang yang bertakwa bahwa mereka akan ditunjukkan jalan keluar, dilapangkan rezekinya, diberi pertolongan, dimudahkan urusannya, diberi ilmu dan pemahaman, dan karunia-karunia lainnya yang tak terhitung jumlahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar