Kita sudah sering mendengar istilah beramal masuk surga, berdosa masuk neraka. Tapi mungkin kita tidak pernah atau jarang mendengar istilah “berdosa masuk surga”. Aneh? Ya, hal itu aneh karena kita belum memahami apa maksud dibalik istilah itu.
Sebenarnya analoginya sederhana. Penjahat paling kejam sedunia, apabila kemudian bertobat, Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Kalau ditimbang-timbang secara logika, rasa-rasanya tidak masuk akal. Empat puluh tahun berbuat dosa, semua dosa-dosa itu dapat diampuni-Nya hanya dengan beramal saleh satu tahun. Tapi, kita harus ingat bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Apabila si penjahat itu bertobat dengan tobat yang sungguh-sungguh (nasuha), niscaya seluruh dosa-dosanya akan diampuni-Nya, seperti bayi yang baru lahir ke dunia.
Lalu, apakah kita dapat mengakhir-akhirkan tobat? Sahabatku, kita tidak tahu kapan kita mati. Oleh karena itu, hendaknya kita bertobat pada saat ini juga dengan taubatan nasuha. Jika engkau merasa cukup dengan membaca “astaghfirullahal adzim” dan hatimu tidak bertekad untuk memperbaiki diri, lantas kemudian engkau menganggap bahwa Allah pasti mengampunimu, itu salah besar. Bagaimana engkau terbuai oleh angan-angan itu? Rasulullah sendiri membaca istighfar seratus kali setiap hari, padahal beliau adalah hamba Allah yang telah diampuni dosa-dosanya. Bagaimana dengan kita yang belum tentu diampuni dosa-dosanya dan sangat buruk perilakunya? Tentu kita harus membaca istighfar lebih dari satu kali dan bertekad untuk tidak melakukan perbuatan maksiat lagi. Imam Ibnu Taimiyah biasa beristighfar seribu kali sehari. Begitu pun dengan ulama-ulama lain yang banyak membaca istighfar ribuan kali. Kita tidak tahu bilangan istighfar manakah yang diterima-Nya sehingga Allah mengampuni kita.
Mengapa Allah memerintahkan kita bertasbih, bertahmid, dan beristighfar ketika pertolongan Allah (nashrullah) datang? Bukankah saat pertolongan Allah datang berarti segalanya sudah mencapai puncaknya? Tidak! Di balik shalat kita, puasa kita, dan ibadah-ibadah kita yang lain, mungkin saja terselip ketidaksempurnaan seperti riya, misalnya. Apakah itu bukan sebuah dosa? Janganlah engkau menganggap hal itu pengecualian bagimu. Saat pertolongan Allah datang, kita bukannya bersenang-senang, tapi seharusnya banyak bersyukur, lebih mempertebal keimanan, lebih banyak beristighfar, karena mudah-mudahan dengan cara seperti itu, Allah akan menambah kenikmatan dan terus mempersembahkan kemenangan untuk kita.
Sebenarnya, dosa-dosa kita jauh lebih banyak dari amal saleh kita, namun sering kali tidak kita sadari. Oleh karena itu, Allah melarang kita untuk berlagak sok suci, bahwa kita adalah manusia yang paling mulia, paling taat, paling sempurna imannya. Mengapa? Ya, kita tidak pernah luput dari dosa, setiap hari, mungkin setiap jam, dan mungkin setiap menit, namun sedikit kita sadari, dan bahkan bagi orang-orang yang tertutup mata hatinya, sebanyak apa pun dosa yang dia lakukan, dia tidak menyadari bahwa sebenarnya dosa-dosanya sudah sangat banyak.
Hanya dengan rahmat-Nyalah satu dosa dihitung satu, sedangkan satu amal saleh dihitung hingga berlipat ganda; puluhan, ratusan, bahkan ribuan. Tanpa rahmat dari-Nya, kita tidak akan masuk surga. Oleh karena itu, kita memohon rahmat dari-Nya dan memperbanyak istighfar agar rahmat Allah turun kepada kita. Berdosa masuk surga, itu bukan suatu hal yang mustahil. Yang aneh justru ketika ada orang yang berdosa, tapi tetap saja masuk neraka. Yaitu mereka yang tidak segera menyadari bahwa kemaksiatan yang mereka lakukan hanya menyeret mereka ke jurang api neraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar