Pada suatu hari, saya merasa tidak punya ide untuk menulis. Lalu saya berkata pada jiwa saya, "Wahai jiwa, apa yang sebenarnya terjadi pada dirimu? Mengapa engkau tak sanggup meraih hikmah yang banyak sekali bertebaran di alam semesta ini?" Lalu, jiwa saya berkata, "Wahai insan, tidakkah engkau pernah membaca surat Alam Nasyrah? Tidakkah engkau dapatkan di dalamnya ayat, 'Sesungguhnya sesudah kesulitan akan datang kemudahan?' Artinya, seorang yang ingin menjadi orang yang pandai maka dia harus rajin membaca dan menuntut ilmu. Jika engkau mengharapkan dirimu menjadi orang yang pandai tanpa belajar, maka itu hanya khayalanmu saja, yang tak ada gunanya sama sekali. Bahkan, khayalanmu hanya mengacaukan akal pikiranmu dan mengeruhkan hatimu.
Seorang yang ingin menjadi penulis maka dia harus rajin berlatih menulis. Bagaimana engkau dapatkan dirimu menjadi seorang penulis, jika rasa malas selalu menyelimuti dirimu sehingga engkau tertidur lelap dalam kekosongan? Seorang yang ingin mengetahui hikmah shalat maka dia harus senang dengan shalat, menjalankan shalat lima waktunya dengan baik dan sempurna, ditambah lagi dengan shalat-shalat sunah seperti rawatib, dhuha, tahajud, dan witir. Bagaimana engkau dapat meraih hikmah shalat jika shalat sunah saja tidak engkau laksanakan, apalagi jika engkau meninggalkan shalat fardhu?
Seorang yang ingin medapatkan hikmah Al-Qur'an maka dia harus rajin membaca Al-Qur'an. Bagaimana engkau dapat meraih hikmah Al-Qur'an jika membacanya saja jarang, apalagi merenungkan ayat-ayatnya? Imam Ibnu Taimiyah jika ingin menuliskan makna ayat-ayat Al-Qur'an, sebelumnya dia membaca seratus kitab tafsir. Jika dia merasakan kesulitan, maka dia membaca seribu kali istighfar atau dia pergi ke masjid kemudian bersujud lantas berdoa, 'Ya Allah, Dzat yang mengajari Nabi Ibrahim, ajarilah aku'. Begitupun dengan yang dilakukan 'Bapak Kedokteran Islam' Ibnu Sina, ketika menghadapi kesulitan dalam memahami sesuatu maka dia pergi ke masjid dan mengerjakan shalat. Kemudian di dalam tidurnya dia mendapatkan jawaban atas persoalan-persoalan yang tak mampu dia pecahkan. Prof. Dr. HAMKA mampu menulis Tafsir Al Azhar yang berjilid-jilid tebalnya ketika berada dalam penjara. Beliau mampu menuliskannya dengan lancar dan menggugah karena dirinya senang berinteraksi dengan Al-Qur'an. Selama lima tahun di penjara, 120 kali beliau mengkhatamkan membaca Al-Qur'an.
Seorang ilmuwan tidak mungkin mendapatkan kepandaiannya dengan sim salabim abra kadabra, tetapi melalui proses yang panjang ditunjang oleh kesabaran dan ketekunan. Dia harus melalui medan kesulitan sebelum mendapatkan berbagai kemudahan. Manusia pada hakikatnya adalah berlian yang tertutup lumpur. Ada yang mampu membersihkannya sehingga tampak bercahaya, namun ada pula yang tidak. Yang tidak mampu disebabkan mereka tidak bekerja keras meskipun mereka menyadari bahwa dirinya memiliki potensi yang luar biasa. Sedangkan bagi yang mampu, mereka akan tekun dan bekerja keras untuk meraih apa yang dicita-citakannya meskipun orang bilang mereka tidak akan mampu meraihnya. Tidakkah engkau perhatikan batu yang berlubang karena ditetesi air terus menerus? Meskipun air yang menetes itu sedikit, tapi ternyata karena istiqomah menetes maka batu yang keras itu pun berlubang.
Engkau lihat, kemudahan tidak mungkin tidak harus dilalui dengan kesulitan. Maka renungkanlah yang aku sampaikan ini!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar