Miris rasanya hati ini menyimak pernyataan Siti Musdah Mulia yang mengatakan bahwa homoseksual dihalalkan di dalam Islam. Apalagi yang mengatakannya seorang perempuan. Ah, engkau bisa lebih marah dan sedih daripada aku. Di pundak kita tersimpan tanggung jawab yang besar dalam menghadapi tantangan ini.
Tapi, mungkin saja engkau akan mengatakan kepadaku bahwa engkau tidak bisa berbuat apa-apa karena minimnya ilmu yang engkau miliki. Engkau hanya bisa menuturkan rasa marah dan sedihmu di dalam hati. Engkau mungkin mengungkapkannya lewat kata-kata pada sejumlah kawan-kawanmu dan menyampaikan ketidaksetujuanmu kepada mereka.
Sebenarnya engkau dapat menuliskan kemarahan dan kesedihanmu itu, sebagaimana engkau begitu mudah mengeluarkan kata-kata dari mulutmu. Engkau tidak perlu mengatakannya dengan dalil yang tidak engkau kuasai, tapi engkau dapat ungkapkan segala isi hatimu tentang ketidaksetujuanmu atas pendapatnya. Ungkapan isi hati biasanya akan lebih berkesan dihati pembaca dan pendengar ketimbang analisis ilmu yang berselimut kebohongan, sekeren apa pun gayanya dalam menyampaikan sebuah pendapat.
Lihatlah karya-karya besar yang dikenang sepanjang sejarah, mereka lahir dari airmata kesedihan, raga yang dipenjara, jiwa yang dizalimi, musibah yang mendera, pencarian kebenaran yang tanpa lelah, ketekunan belajar yang dahsyat, ketakutan kepada Allah, dan seterusnya. Ibu Zainab al-Ghazali telah menuliskan sebuah buku yang berisi kisah-kisahnya ketika beliau di penjara. Raganya terpenjara, tapi jiwanya merdeka seperti burung yang dapat terbang bebas di udara.
Apalagi jika engkau, wahai saudariku, membekali dan membentengi dirimu dengan ilmu pengetahuan agama. Keilmuan yang engkau miliki itu tidak hanya untuk dirimu, tetapi juga bermanfaat untuk masyarakat, keluargamu, dan anakmu tercinta. Engkau adalah madrasah pertama bagi anak-anakmu. Keberhasilanmu dalam mendidik anak adalah keberhasilan anak-anakmu. Ilmumu yang telah engkau tanamkan sejak mereka kecil akan lebih membekas dan bertahan lama, meskipun mereka tidak bertemu denganmu bertahun-tahun lamanya.
Engkau dapat membaca buku-buku agama yang bermanfaat di sela-sela waktu sibukmu. Saya percaya, masih ada waktu bagi kita untuk meraih informasi yang bermanfaat meskipun kita sangat sibuk. Sambil mengayun-ngayun anak, engkau dapat membaca atau mendengarkan informasi yang bermanfaat. Itu akan sangat lebih produktif ketimbang jalan ke rumah-rumah tetangga untuk mendengarkan gosip.
Dengan kepekaan hati, kita seharusnya lebih lancar menulis ketimbang kaum pria. Jika engkau merasa tidak bisa melakukannya, itu bukan berarti tidak bisa. Engkau hanya merasa tidak bisa, tapi padahal bisa. Engkau hanya perlu rajin menulis. Jika ada waktu luang, cobalah engkau tuangkan ide dan gagasan-gagasanmu. Tuliskan saja apa yang terlintas di dalam hatimu. Ini seperti menulis diary saja. Oleh karena itu, jangan sampai engkau menganggap menulis sebagai pekerjaan yang memberatkanmu. Secara bertahap, karena engkau mulai terbiasa menulis dan engkau lihat engkau semakin mahir menulis, engkau dapat menulis sebuah artikel dengan gaya menulis yang engkau miliki. Apalagi jika engkau rajin membaca, hal itu akan menambah kecepatanmu dalam menulis dan penguasaanmu tentang materi yang engkau tulis. Ilmu yang luas akan sangat membantumu dalam melahirkan tulisan yang bermutu.
Sudah saatnya koran-koran, majalah-majalah, buku-buku, situs-situs internet diisi oleh karya tulis kita, yang menyampaikan kebenaran dan mencegah kebatilan. Jika seorang Musdah Mulia dapat menyampaikan kebatilan dengan seenaknya di depan umum, engkau juga pasti bisa menyampaikan kebenaran dengan mudah. Kebenaran itu sudah jelas, dan kebatilan itu sudah jelas pula. Maka, siapa saja yang membela kebenaran dan memberantas kemungkaran, Allah akan menolongnya dan mengukuhkan kekuasaannya. Bukankah hal itu suatu tawaran yang menarik, saudariku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar