“Dimanapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kokoh.” (QS. an-Nisa [4]: 78).
Ada seorang tetangga saya yang kini sedang sakit parah. Tumor ganas. Semakin hari tumor itu semakin besar bersarang di lehernya. Sudah dua kali saya menjenguknya di rumah mertuanya. Tubuhnya terlihat semakin kurus dan lemah. Saya kasihan melihatnya. Sebelum sakitnya bertambah parah, sudah banyak orang yang menasihatinya agar di operasi saja tumornya. Saya juga setuju dengan pendapat itu. Di operasi atau di bedah untuk mengangkat tumor dari lehernya merupakan salah satu sunnah Nabi Muhammad Saw.
Diriwayatkan bahwa Ali Ra. berkata, “Saya datang bersama Nabi kepada seseorang yang menderita bengkak di punggungnya. Mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, bengkak ini mengandung nanah.’ Beliau bersabda, ‘Torehlah!’” Ali menambahkan: “Saya tetap di sana sampai bengkak itu ditoreh dan Nabi menyaksikan operasi itu.”
Menurut ilmu kedokteran, membedah atau menoreh bengkak/ tumor memiliki dua manfaat, yaitu membuang zat merugikan dan mencegah masuknya zat-zat yang lebih berbahaya yang dapat memperburuk penyakit agar tak terhimpun di sekeliling bengkak.
Tetapi tetangga saya itu lebih percaya dukun ketimbang dokter. Karena dia trauma dengan kejadian yang pernah menimpa anaknya (almarhumah) di mana penyakitnya hampir sama dengan yang di deritanya kini. Dalam pandangannya, anaknya itu meninggal karena dokter yang menanganinya. Dia takut kejadian yang sama terulang kembali pada dirinya.
Dari apa yang saya lihat, rasanya hampir tidak mungkin dilakukan operasi bedah pada saat ini karena kondisi tubuhnya yang sudah terlalu lemah – sehari-hari hanya bisa berbaring dengan selang infus ditangannya. Dia tidak mau makan lagi lewat mulutnya. Terang saja tubuhnya semakin hari semakin lemah. Ada tetangga yang bilang, tumornya itu sudah menjalar kemana-mana. Saya pun berandai-andai, seandainya saja dia mau dioperasi saat penyakitnya belum parah, mungkin kondisinya tidak separah saat ini. Ah, semua itu sudah berlalu. Yang kini tinggal apa yang ada di hadapan.
Penyakit sebenarnya bagi manusia bukan penyakit fisik semata, tetapi lebih pada penyakit hati. Penyakit hati menghalangi manusia untuk tampil lebih baik dari hari ke hari. Pengaruhnya terlihat pada cintanya terhadap dunia dan takut mati (hubbud dunya wa karahiyatul maut). Kisah tetangga saya itu merupakan pelajaran berharga untuk kita, agar kita tidak menunda-nunda kesempatan yang ada untuk memperbaiki diri; agar kita tidak takut menghadapi kematian untuk mendapatkan kemuliaan. Jika kita mati pada saat di operasi, insya Allah kita mati syahid karena telah menjalankan perintah agama.
Saya meyakini bahwa hidup dan mati seseorang ada ditangan Allah. Khalid bin Walid Ra., panglima perang yang sudah puluhan kali terjun langsung ke medan tempur, tapi toh dia mati ditempat tidur. Kapan dan di mana kita mati, itu rahasia Allah agar manusia senantiasa mempersiapkan bekal untuk menghadapinya. Sekali pun kita, sebagaimana disebutkan ayat di atas, berada di dalam benteng yang tinggi dan kokoh, kita tidak mungkin bisa menghindar dari kematian.
Kematian adalah sunnatullah yang sudah pasti terjadi pada makhluk-Nya. Semua ini membuktikan keagungan dan keberadaan-Nya di tengah-tengah kita. Sudah sepantasnya kita memperbanyak bekal untuk masa setelah mati ketimbang memperbanyak bekal untuk masa sebelum mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar