14. Ilmu Mengantarkan Seseorang Meraih Rasa Takut Kepada Allah
Ujung dari pencapaian para penuntut ilmu adalah keyakinan mereka kepada Allah, Rasul-Nya, dan Al-Qur’an. Allah Swt. berfirman, “Allah bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang berilmu (juga bersaksi atas yang demikian), tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran: 18)
Inilah tujuan kita dalam menuntut ilmu. Yaitu semakin mendekatkan diri kita kepada Allah, semakin membuat kita yakin akan kebesaran dan keagungan-Nya, membuat kita tunduk, patuh dan taat atas setiap seruan-Nya. Allah Swt. berfirman, “Dan orang-orang yang diberi ilmu melihat bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu adalah benar.” (QS. Saba: 6)
Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah orang-orang berilmu...” (QS. Fathir: 28)
Imam Ibnul Qayyim berkata tentang ayat ini, “Ayat di atas menjelaskan bahwa takut kepada Allah itu hanya terjadi pada orang-orang berilmu.” Artinya, ilmu dapat menjadi perantara menuju rasa takut kepada Allah. Semakin banyak ilmu yang kita miliki, terutama ilmu-ilmu syar’i, maka akan semakin besar peluang kita memperoleh rasa takut itu. Sebaliknya, semakin sedikit ilmu yang kita miliki, semakin sedikit pula peluang bagi kita memperoleh rasa takut kepada Allah.
Ibnu Mas’ud Ra. juga berkata, “Cukuplah bahwa ilmu itu membuat orang takut kepada Allah, dan bahwa kebodohan itu membuat orang menipu Allah.”
Demi Allah, jika rasa takut kepada Allah adalah buah dari menuntut ilmu, lantas kita belum memiliki rasa takut itu, apakah kita pantas mendapat gelar sebagai penuntut ilmu?
15. Hanya Orang Berilmu yang Dapat Memahami Perumpamaan-Perumpamaan yang Allah Berikan
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buat untuk manusia, dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS. Al-Ankabut: 43)
Menurut Imam Ibnul Qayyim, di dalam Al-Qur’an terdapat 40-an lebih perumpamaan. Salah seorang dari generasi salaf jika membaca perumpamaan yang tidak bisa dipahaminya, ia menangis dan berkata, “Aku bukan termasuk orang-orang berilmu.”
Sampai seperti itu keadaan ulama salaf itu sehingga dia berkata demikian. Bagaimana dengan kita, apakah kita pantas disebut dengan orang yang berilmu? Sudahkah kita memahami seluruh perumpamaan yang telah Allah sampaikan? Apakah kita menangis ketika kita belum dapat memahami perumpamaan-perumpamaan tersebut? Jika kita belum memahami, apakah kita terus bersemangat dalam menuntut ilmu sehingga dapat memahami perumpamaan tersebut? Ulama salaf itu telah membuat salah satu standar tentang siapa sesungguhnya yang dimaksud dengan orang yang berilmu itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar