Baru saja kubaca sebuah kalimat bijak dari seorang tokoh pendidikan, yang bernama Marilyn Ferguson. Beliau mengatakan, “Semua orang menjaga perubahan yang hanya dapat dibuka dari dalam.”
Kalimat itu sangat indah. Aku pikir apa yang disampaikannya itu benar adanya. Engkau tidak akan mendapatkan perubahan apa-apa selama engkau tidak meneguhkan bahwa “aku adalah aku”. Aku dan engkau memiliki talenta untuk menjadi seorang penulis ternama. Percaya tidak? Kalau aku percaya. Hanya saja seringkali kita tidak menyadarinya. Coba engkau lihat bagaimana kemahiran Einstein dalam menuliskan konsep alam semesta melalui rumus-rumus fisika yang dahsyat. Atau juga, coba engkau lihat musisi kelas dunia seperti Beethoven atau pelukis ternama seperti Van Gogh. Mereka pada hakikatnya sedang menulis. Mereka menulis dengan bahasanya masing-masing. Mereka percaya dengan kekuatan agung yang ada dalam diri mereka. Mereka tidak perlu menjiplak hasil karya orang lain, kemudian menganggap itu sebagai miliknya. Einstein tidak lebih pintar dari Beethoven dalam menciptakan lagu-lagu klasik bermutu. Begitupun sebaliknya, Beethoven tidaklah kuasa dalam menemukan rumus fisika macam E=MC2. Mereka semua adalah orang-orang hebat, hebat dalam bidangnya masing-masing.
Boleh saja, pada tahap awal pembelajaran, engkau meniru tokoh-tokoh terkenal itu, tapi jangan sampai keseluruhan hidupmu tidak memiliki nilai dari apa yang ada dalam dirimu. Tujuan kita adalah bukan “menjadi seperti dia” tetapi berupaya menemukan gaya alami yang ada dalam diri kita. Cobalah engkau dengarkan nasihat dari seorang ilmuwan Inggris yang bernama Colin Rose: “Jika mempelajari teknik-teknik belajar yang paling cocok dengan gaya belajar yang Anda sukai, Anda akan belajar dalam cara yang terasa paling alami. Karena terasa alami (ramah otak), belajar pun terasa lebih mudah. Karena lebih mudah, belajar pun menjadi lebih cepat.”
Beberapa tahun belakangan ini aku banyak membaca buku, terutama buku-buku karya Harun Yahya, Dr. Muhammad al-Ghazali dan Hernowo. Aku merasakan bahwa aku memiliki “kecocokan” dengan gaya bahasa mereka. Aku menemukan kejernihan nasihat Harun Yahya, luapan emosi Muhammad Al Ghazali, dan peta pemikiran `ala Hernowo. Entah benar atau tidak. Tapi setidaknya aku berusaha terus menggali khasanah yang ada dan menyelami jiwaku yang seringkali “meronta-ronta” dalam sebuah renungan panjang, tafakur yang tak pernah henti, dan kerinduan untuk mencari kebenaran yang tak pernah padam.
Yakinlah dengan kekuatan yang bersemayam dalam dirimu. Banyaklah membaca jika engkau ingin menjadi seorang penulis. Temukan di dalamnya cahaya dan hikmah agar wawasanmu terus bertambah. Sedangkan mengenai kreativitas, sesungguhnya dia ada di dalam dirimu. Ambillah dan rengkuhlah dia. Dia bukan milik siapa-siapa. Dia adalah milikmu. Membaca, membaca dan menulislah. Tulislah apa yang melekat dalam dirimu, secara utuh dan jujur, seperti kata Jalaluddin Rumi, “Di dalam dirimu ada seniman yang tidak kau kenal sama sekali.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar