Sabtu, 10 Maret 2012

Mengendalikan Hawa Nafsu

“Yang menyebabkan agama cacat ialah hawa nafsu. Surga dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai dan neraka dikelilingi oleh syahwat.” (al-Hadits)

Ada dua hal yang ditakutkan Imam Ali Ra., yaitu panjang angan-angan dan memperturutkan hawa nafsu. Keduanya dapat merusak akhlak seseorang dan dapat menyebabkan keimanannya merosot tajam, tsumma radadnahu asfalasaa filiin. Sebab panjang angan-angan membuat seseorang melupakan akhirat, dan hawa nafsu menghalangi seseorang dari kebenaran.

Panjang angan-angan dapat menyebabkan seseorang menunda-nunda dalam beramal (thulul amal). Contohnya, ketika azan shalat memanggil, ia berkata, “Ah, nanti saja mengerjakannya, masih ada waktu beberapa jam lagi.” Masa antara kumandang azan dengan pelaksanaan shalat terdapat kekosongan beberapa jam. Kekosongan inilah yang membuat setan dengan mudah masuk ke dalam hati dan pikirannya. Kemudian mengajaknya untuk melakukan kemaksiatan. Inilah yang berbahaya dari menunda-nunda amal. Oleh karena itu, Islam mengajak umatnya untuk tidak berhenti beramal. Selalu ada kesibukan bagi seorang muslim. Sesudah selesai mengerjakan satu pekerjaan, maka pekerjaan lainnya datang menunggu, faidza faraghta fanshab.

Mungkin kita tidak sadar, akibat sering menunda-nunda amal tersebut, kita mulai terseret pada jurang kekufuran. Yang paginya beriman, tiba-tiba sorenya menjadi kafir. Dan yang sorenya beriman, tiba-tiba paginya menjadi kafir. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Cepat-cepatlah kalian dengan amal yang baik atau engkau akan mendapati adanya fitnah (kesesatan) laksana malam yang gelap. Yang seorang pada pagi hari menjadi orang yang beriman, tetapi pada sore hari menjadi kafir. Dan pada sore hari menjadi orang yang beriman, tetapi pada pagi harinya menjadi orang yang kafir, yang menjual agamanya dengan harta keduniaan.”

Kedua, memperturutkan hawa nafsu. Nafsu sendiri terbagi dalam tiga sifat: Nafsu mutmainnah, nafsu buruk (al-ammaratu bi as-su’i) dan nafsu lawwamah. Ketiganya ada dalam diri manusia. Dominasi salah satu dari ketiganya dalam diri manusia disebabkan kuat/ tidak imannya. Nafsu buruk jika diperturutkan keinginannya, akan melonjak sehingga pemiliknya menjadi budak dari nafsu tersebut.

Betapa berat mengendalikan hawa nafsu, apalagi jika sebelumnya kita sering berbuat maksiat. Imam Ibnu Qudamah mengistilahkan, “Seperti menarik buntut kuda untuk mengeluarkannya dari kandang.” Bagaimana bisa? Yang terjadi adalah, kita akan kesulitan mengeluarkannya, bahkan kita akan berdarah-darah dibuatnya akibat sepakan kuda yang terus meronta-ronta. Oleh karena itu, sangat penting bagimu untuk menjauhi perbuatan dosa sekuat tenagamu.

Engkau akan merasakan bahwa mengendalikan hawa nafsu memiliki kenikmatan-kenikmatan yang tiada terkira. Kenikmatan itu akan semakin terasa ketika nafsu semakin kuat dan keras ditekan. Orang yang bisa mengatasi gejolak hawa nafsunya pantaslah dimuliakan dan disebut pemenang. Sebaliknya, seseorang yang dikalahkan hawa nafsunya menjadi pecundang yang sangat hina.

Berhati-hatilah engkau! Janganlah memandang segala sesuatu yang menarik hati dengan pandangan yang selalu baik. Seorang pencuri pastilah merasakan kenikmatan tatkala ia mencuri, namun di saat itu ia tak sempat berpikir tentang hukuman penjara yang bakal ia terima. Seorang pezina pastilah merasakan kenikmatan tatkala ia berzina, namun di saat itu ia tak sempat berpikir tentang penyakit yang akan ia derita. Mestinya, mereka melihat dengan mata dan hati yang terbuka sehingga bisa merenungi akibat-akibat yang akan muncul.

Mereka pun harus berpikir, suatu kenikmatan dan kelezatan itu bisa saja berubah menjadi petaka, baik disebabkan oleh rasa bosan, munculnya pelbagai penyakit, atau berpisah dengan orang-orang yang sangat dicintainya. Maksiat adalah seperti makanan yang ditelan oleh orang yang lapar, namun ia tidak pernah merasa kenyang, malah membuatnya semakin lapar. Hendaklah engkau ingat, tatkala engkau bisa menekan hawa nafsu, akan banyak hikmah dan keselamatan yang akan engkau peroleh.

Nabi Yusuf tidak akan pernah naik derajatnya di sisi Allah dan tidak bahagia dalam hidupnya, andaikata tidak pernah mengalami cobaan yang sangat berat. Renungkanlah, bagaimana jadinya andaikata Yusuf hanyut bersama gejolak nafsunya tatkala terbuka baginya kesempatan bersama istri penguasa Mesir saat itu yang dikenal sangat cantik jelita? Bandingkan pula dengan peristiwa yang menimpa Nabi Adam tatkala dia memakan buah khuldi. Bandingkanlah, balasan apa yang diperoleh Nabi Adam akibat perbuatannya itu? Ukurlah dengan akal dua kejadian itu. Bayangkanlah, ganjaran apa yang diterima Yusuf sebagai buah kesabarannya?

Jadikanlah renunganmu terhadap dua peristiwa itu sebagai bekal yang berguna manakala engkau dihadapkan pada hal-hal yang sangat menggiurkan. Andaikata seorang mukmin dihadapkan pada satu kelezatan yang sangat menggiurkan, namun ia lambat menyikapinya, maka pasti ia akan dikalahkan oleh hawa nafsunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar