Kamis, 01 Maret 2012

Cambuk Penyemangat dalam Menuntut Ilmu

Sejarah telah mencatatkan semangat para alim ulama dan ilmuwan muslim dalam menuntut ilmu. Mereka adalah para pembaca yang tekun, murid yang berguru pada ribuan ulama, orang yang mengembara mencari ilmu, dan orang yang tetap bersemangat dalam menuntut ilmu walaupun sedang sakit atau berumur lanjut. Mereka telah merasakan kelezatan dalam menuntut ilmu karena sebelumnya mereka telah mengetahui keutamaan yang besar dari menuntut ilmu. Berikut ini beberapa contoh teladan para penuntut ilmu.

1. Seorang tabib datang mengobati Abu Bakar Al Anbari (ilmuwan Islam yang banyak menulis buku), ketika sakitnya sudah teramat kritis. Kemudian tabib itu memeriksa air seninya, lalu berkata: “Tuan telah melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh siapa pun, sebenarnya apa yang telah tuan lakukan?” Al-Anbari menjawab: “Aku baca setiap pekan sebanyak sepuluh ribu lembar.” (Washaaya wa Nasha’ih li Thalibil Ilmi, hlm. 14)

2. Ibnu Qayyim berkata: “Saya kenal seseorang yang sedang sakit demam dan sakit kepala, sedang kitab yang dibacanya tetap berada diatas kepalanya. Apabila sedang siuman maka ia membacanya dan apabila sedang sakit yang sangat, maka ditaruhnya kitab itu di atas kepalanya. Di suatu hari tabib memeriksa sakitnya itu, sedang ia dalam keadaan sedemikian itu, lalu tabib itu berkata: “Seyogyanya tuan tidak melakukan hal ini, karena akan membahayakan ketahanan tubuh tuan dan akan berakibat fatal lagi.” (Ibnu Qayyim, Raudhatul Muhibbin, hlm. 70)

3. Syaikh Abdul Adim bercerita tentang Ishaq bin Ibrahim Al Muradi: “Saya belum pernah melihat dan mendengar orang yang lebih banyak kesibukannya, melebihi Ishak Al-Muradi. Beliau senantiasa terbenam dalam kesibukannya sepanjang siang hingga larut malam. Saya bertetangga dengan beliau. Rumah beliau dibangun setelah duabelas tahun rumahku berdiri. Setiap kali saya terjaga di keheningan malam, selalu terbias sinar lentera dari dalam rumahnya, dan beliau sedang sibuk dengan pencarian ilmu; bahkan sewaktu makan beliau selingi pula dengan membaca kitab-kitab.” (Imam Nawawi, Bustanul Arifin, hlm. 79)

4. Imam Asad bin Furat bercerita tentang dirinya yang berguru pada Imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani: “Pada aktu itu aku tinggal di bangsal sebuah rumah yang atasnya didiami oleh Imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani. Setiap kali beliau turun “memperdengarkan ilmu” kepadaku, dan beliau menaruh sebuah cawan berisi air di depannya. Kemudian beliau mulai membaca. Apabila malam semakin larut dan beliau melihatku terserang kantuk, maka beliau mengambil air dengan tangan beliau dan dipercikkan ke wajahku sehingga aku pun terjaga. Begitulah yang selalu kami lakukan tiap hari, sehingga aku memperoleh apa yang aku maksudkan, yakni bekal ilmu dari beliau.” (Adz Dzahabi,Tadzkiratul Huffadz, hlm. 21).

5. Imam Ibnu Aqil Al-Hanbali, seorang pakar bahasa berkata: “Sungguh tidak halal bagiku untuk menyia-nyiakan sesaat pun umurku, bahwa ketika mulutku sudah tidak aktif bermudzakarah atau munadzarah, dan penglihatanku tidak kugunakan untuk menelaah, maka aku tetap mengaktifkan pikiranku, di saat aku sedang istirahat.”(Thabaqatul Hanabilah, jilid 1, hlm. 146)

6. Imam Fakhruddin Ar Razi, seorang ahli filsafat, tafsir, logika, dan kedokteran berkata: “Demi Allah, sesungguhnya aku menyayangkan waktu yang hilang tidak disibukkan untuk menimba ilmu, dan bahkan waktu makan; karena waktu dan zaman teramat agung.” (Al Kanani, Tadzkiratus Saami’ wal Mutakallim, hlm. 72)

7. Istri Imam Zuhri berkata tentang suaminya (seorang ahli hadits ternama, guru para Imam Madzhab): “Demi Allah, sesungguhnya kitab-kitab ini sangat menyakitkan saya sebagai seorang istri, melebihi sakit hatiku bila dimadu dengan tiga orang istri.” (ibid, hlm. 32)

8. Mus’ab Az-Zubairi berkata, bahwa Yahya bin Zakaria mewasiatkan kepadanya kitab-kitab milik Sulaiman bin Bilal. Kitab-kitab itu berada di kediaman beliau dan dikotori (dikencingi) oleh tikus. Beliau mengatakan, “Aku membaca tulisan-tulisan yang masih jelas dan aku tinggalkan tulisan yang tidak terlihat (pudar)” (Adz-Dzahabi, Tadzkiratul Huffadz, jilid 1, hlm. 217).

9. Imam Ahmad bin Hanbal hafal satu juta hadits. Beliau ditanya: “Bagaimana tuan mampu menghafalnya?” Katanya: “Aku menghafalnya sekaligus membuat bab-babnya.” (Dr. Nashir bin Sulaiman Al-Umr, Al-Ilmu Dharurotun Syar’iyyah)

10. Imam Ibnu Al Arabi menyusun tafsirnya yang besar dalam delapan puluh jilid. Dan mempunyai beberapa karangan yang kesemuanya adalah karya-karya yang bernilai tinggi.(Dr. Nashir bin Sulaiman Al-Umr, Al-Ilmu Dharurotun Syar’iyyah)

11. Imam Al-Hakim, penyusun kitab hadits terkenal ‘Al Mustadrak’, mengarang lebih dari seribu juz. (Dr. Nashir bin Sulaiman Al-Umr, Al-Ilmu Dharurotun Syar’iyyah)

12. Ibnu Abid-Dunya meninggalkan seribu karangan. Ibnu Asakir menyusun kitab sejarahnya dalam delapan puluh jilid. Mengenai beliau, Abu Al-Maqahib bertutur, “Belum pernah aku melihat orang seperti dia. Pun tak ada orang yang begitu konsekuen selama empat puluh tahun seperti dia dalam menekuni bidangnya.” (Dr. Nashir bin Sulaiman Al-Umr, Al-Ilmu Dharurotun Syar’iyyah)

13. Imam Muhammad bin Ishaq mendengarkan hadits dari 1700 orang syaikh. Ia berangkat mengembara menuntut ilmu sejak umur 20 tahun dan sekembalinya sewaktu berumur 60 tahun. (Dr. Nashir bin Sulaiman Al-Umr, Al-Ilmu Dharurotun Syar’iyyah)

14. Imam Al Juwaini, guru dari Imam Al Ghazali berkata: “Aku biasa tidak tidur dan makan. Aku tidur hanya bila kantuk menguasaiku baik malam maupun siang, dan aku makan hanya bila aku berselera, pada waktu apa pun. Kelezatan dan hiburan adalah sewaktu mengingat-ngingat ilmu dan mencari faedahnya dari ilmu macam apa pun.”(Dr. Nashir bin Sulaiman Al-Umr, Al-Ilmu Dharurotun Syar’iyyah)

15. Abu Zur’ah Ar Razi, murid Imam Ahmad bin Hanbal, berkata: “Aku hafal dua ratus ribu hadits sebagaimana orang hafal “Qul huwallahu ahad”, dan sewaktu mudzakarah aku mampu menghafal tiga ratus ribu hadits.”(Ibnul Jauzi, Shifatus Shafwah, jilid 4, hlm. 88)

16. Abu Ad-Darda’ berkata, “Kalau aku menemukan satu ayat dalam Al-Qur’an dan tidak ada orang yang bisa menerangkannya kepadaku, kecuali seorang yang tinggal di tempat yang sangat jauh sekali, aku akan turut dia.”

17. Sesungguhnya Sa’id bin Al-Musayyab pernah berjalan berhari-hari dan bermalam-malam untuk mencari satu hadits.

18. Imam Malik merasakan pedihnya kemiskinan. Saking luasnya menuntut ilmu, hingga mengurangi atap rumahnya; dia menjual kayunya.

19. Tidak seorang pun pada zaman Ibnul Mubarak yang lebih gigih dalam menuntut ilmu selain dirinya. Dia pergi ke Yaman, Mesir, Syam, Bashrah, dan Kufah. Dia adalah termasuk orang yang meriwayatkan ilmu dan pantas untuk itu. Dia belajar dari yang tua maupun yang muda.

20. Yahya bin Ma’in adalah seorang imam dalam al-jarhu wa ta’dil (ilmu mengenai kecacatan dan kebenaran riwayat suatu hadits). Seorang yang telah sampai pada puncak ilmu hadits pada zamannya. Ia menghabiskan 1.050.000 dirham dalam mencari hadits hingga tidak ada yang ia miliki selain sandal yang dipakai.

21. Al-Bukhari Rahimahullah pergi menemui para ahli hadits yang ada di penjuru dunia. Dia belajar ke Khurasan, pegunungan, kota kota di sekitar Irak seluruhnya, Hijaz, Syam, Mesir, dan dia datang ke Irak beberapa kali. Al-Bukhari berkata, “Aku belajar kepada 1.000 guru dari kalangan ulama, bahkan lebih. Aku tidak mempunyai satu hadits pun, kecuali kusebutkan sanadnya.” (http://www.pernikmuslim.com/perjalanan-ulama-menuntut-ilmu-p-181.html)

22. Ishaq bin Abi Israil mengatakan: “Para penuntut ilmu hadits berdesakan pada Husyaim sehingga membuatnya terjatuh dari keledainya, dan itulah faktor penyebab kematiannya.” (Manaqib Imam Syafi’i hlm. 167-168 oleh al-Aburri dan al-’Uzlah hlm. 89 oleh al-Khothobi) Mirip dengan ini adalah kisah tentang sebab kematian seorang ahli nahwu tersohor yaitu Tsa’lab. Dikisahkan bahwa dia pernah keluar dari masjid usai sholat Ashar pada hari Jum’at. Beliau memang sedikit tuli. Di tengah-tengah asyik membaca kitab sambil berjalan, tiba-tiba ada kuda yang menabraknya sehingga dia tersungkur di sebuah lubang. Akhirnya dia ditolong dan dikeluarkan dalam keadaan berlumpur kemudian diantarkan ke rumah. Setelah itu dia merasakan sakit di bagian kepalanya dan keesokan harinya meninggal dunia. (Wafayatul A’yan 1/104 oleh Ibnu Khollikan)

23. Abul Hasan Bunan bin Muhammad bin Hamdan adalah salah seorang ulama yang dikenal banyak memiliki karomah. Suatu saat karena dia berani mengingkari Ibnu Thulun, maka dia dihukum dan dicampakkan di depan singa. Sang singa pun menciuminya tetapi anehnya dia tidak menerkam Abul Hasan. Akhirnya, dia pun dibebaskan. Orang-orang merasa heran dengan kejadian tersebut. Seorang pernah bertanya kepada beliau: “Bagaimana perasaan Anda tatkala berada di depan singa?” Beliau menjawab: “Saya tidak cemas sama sekali, bahkan saat itu saya sedang memikirkan tentang air liur binatang buas serta perbedaan pendapat di kalangan ulama ahli fiqih, apakah suci ataukah najis!!!” (al-Bidayah wa Nihayah 12/158 oleh Ibnu Katsir).

24. Dalam biografi Hisyam bin Ammar disebutkan bahwa dia pernah masuk kepada Imam Malik tanpa izin seraya mengatakan: “Ceritakanlah kepaku hadits.” Imam Malik mengatakan: “Bacalah.” Hisyam berkata: “Tidak, yang saya inginkan adalah engkau menceritakan kepadaku hadits.” Tatkala Hisvam sering mengulang-ngulang hal itu, maka Imam Malik mengatakan: “Wahai pelayan, pukullah dia sebanyak lima belas kali.” Pelayan pun memukul Hisyam lima belas kali lalu membawanya kepada Imam Malik. Hisyam berkata kepada Imam Malik: “Kenapa engkau menzholimiku? Engkau telah memukulku tanpa dosa yang kuperbuat. Aku tidak menghalalkanmu.” Imam Malik berkata: “Terus, apa tebusannya?” Hisyam menjawab: “Tebusannya adalah engkau menceritakan kepadaku lima belas hadits.” Maka beliau pun menceritakan lima belas hadits kepada Hisyam. Hisyam berkata lagi kepada Imam Malik: “Tolong tambahi lagi pukulannya sehingga Anda menambahi lagi hadits untukku.” Mendengar itu, Imam Malik tertawa seraya mengatakan: “Pergilah kamu.” (Siyar Alam Nubala3/4093 oleh adz-Dzahabi, cetakan Baitul Afkar) Mirip dengan hal ini adalah kisah rihlah (perjalanan jauh untuk menuntut ilmu) yang dilakukan oleh Yahya bin Ma’in dan Ahmad bin Hanbal. Dikisahkan, ketika mereka hendak pulang, mereka singgah di Imam Abu Nu’aim Fadhl bin Dukain karena Yahya bin Ma’in ingin mengetes hafalannya. Setelah Imam Abu Nu’aim tahu bahwa dirinya sedang dites, maka dia menendang Yahya bin Ma’in. Akhirnya, Imam Ahmad berkata kepada Yahya: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu jangan mengetesnya karena dia adalah seorang yang kuat hafalannya.” Yahya berkata: “Demi Alloh, sungguh tendangannya lebih aku sukai daripada semua perjalananku ini.” (ar-Rihlah fi Tholabil Hadits hlm. 207 oleh al-Khothib al-Baghdadi)

25. Al-Muzani berkata: “Saya membaca kitab Risalahkarya asy-Syafi’i sejak lima tahun yang lalu, setiap kali aku membacanya saya mendapatkan faedah baru yang belum aku dapatkan sebelumnva.” (Manaqib Syafi’i hlm. 114 oleh al-Aburri)

26. Ibnu Basykuwal menceritakan bahwa Abu Bakr bin Athiyyah mengulang-ngulang membaca kitab Shohih Bukhori sebanyak 700 Kali (ash-Shilah 2/433)

27. Disebutkan dalam biografi Abbas bin Walid al-Farisi bahwa ditemukan dalam sebagian akhir kitabnya suatu tulisan. “Saya telah membacanya sebanyak 1.000 kali. !!! (Thobaqot Ulama Afrika wa Tunis hlm. 224)

28. Abdulloh bin Muhammad, ahli fiqih dari Irak, beliau pernah membaca kitab al-Mughni karya Ibnu Qudamah (sekarang tercetak dengan 15 jilid) sebanyak 23 kali!! (Dzail Thobaqot Hanabilah 2/411)

29. Ibnul Jahm berkata: “Apabila kantuk menyerangku pada selain waktu tidur, maka saya segera mengambil kitab hikmah, lalu saya mendapati hatiku berbunga-bunga kegirangan ketika mendapatkan ilmu.” (al-Hayawan 1/53 oleh al-Jahidz)

30. Imam Ibnu Tabban adalah seorang ulama yang bersemangat sangat tinggi dalam menuntut ilmu, sehingga dia pernah mempelajari kitab al-Mudawwanah sebanyak 1000 kali!!! Dia pernah berkata tentang dirinya: “Dahulu ketika saya awal-awal menuntut ilmu, saya gunakan seluruh malam untuk belajar, sehingga ibuku pernah melarangku dari membaca di malam hari. Akhirnya saya bersiasat untuk membuat lampu dan menaruhnya di bawah tempat tidur lalu saya berpura-pura tidur. Ketika saya rasa bahwa ibuku benar-benar telah tidur, maka saya keluarkan lampu dan melanjutkan belajar.” (Tartibul Madarik 1/78 al-Qodhi Iyadh)

31. Imam Ibnul Qayyim berkata: Guru kami (Ibnu Taimiyyah) pernah bercerita padaku: Ketika sakit menimpaku, seorang dokter berkata padaku: Sesungguhnya bacaanmu dan pembicaraanmu tentang ilmu akan menambah sakitmu.” Aku menjawab: “Saya tidak bisa sabar menahan hal itu. Sekarang jawablah pertanyaanku berdasarkan ilmu pengetahuanmu: Bukankah hati apabila senang dan kuat maka akan mampu mengusir penyakit?” Jawab sang dokter: “Ya, benar.” Aku berkata lagi: “Demikian pula hatiku, dia sangat senang dengan ilmu dan aku merasakan kegembiraan dengannya.” Dokter menjawab: “Ini keluar dari cara pengobatan kami…” (Raudhatul Muhibbin hal. 70)

Ke semua itu ada dalam sejarah masa lalu Islam yang gemilang. Para ulama dan ilmuwan itu mendarmabaktikan hidupnya untuk kegiatan keilmuwan yang memang telah dituntun oleh firman Allah dan sabda Nabi-Nya Saw. Ingatkah kita akan Jabir bin Hayan pendiri pertama laboratorium kimia? Ingatkah kita Muhammad Al Khwarizmi penemu angka nol dan pencetus ilmu aljabar dalam matematika? Ingatkah kita Ibnu Sina bapak kedokteran yang karyanya hingga hari ini terus diteliti? Ingatkah kita akan…?

Begitu banyak ilmuwan dalam sejarah Islam. Hal inilah yang membuat kagum seorang mualaf dan ilmuwan ternama asal perancis Prof. Roger Garaudy dalam bukunya “Janji-Janji Islam”.

Pada umumnya mereka tidak hanya menguasai satu bidang ilmu pengetahuan saja. Mereka tidak hanya dilatih untuk menjadi seorang yang hafidz Al Quran dan Al Hadits tetapi juga paham matematika, kimia, fisika, biologi, filsafat, kedokteran, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Yahya bin Khalid, salah seorang ulama besar berkata, “Hendaknya kamu membaca setiap cabang ilmu, karena seseorang itu adalah musuh bagi apa yang tidak ia ketahui dan saya tidak suka jika menjadi musuh pada salah satu cabang ilmu.” (Al-Mawardi, Adabud Dunya wad Dien, hlm. 47)

Semoga kaum muslimin menyadari betapa pentingnya menuntut ilmu, dan contoh-contoh di atas dapat menjadi cambuk bagi kita untuk lebih giat lagi dalam menuntut ilmu. Kita dimanjakan oleh teknologi untuk dapat meningkatkan kualitas belajar dan pengetahuan kita. Mulai dari internet, perpustakaan digital, laptop, hp, semua itu bisa dijadikan sarana untuk memperoleh informasi dan pengetahuan. Memperoleh buku pun demikian mudahnya; di perpustakaan, pameran buku, hingga meminjam teman. Jadi, sungguh merugi bagi mereka yang sehari tanpa memperoleh ilmu pengetahuan, diibaratkan seperti orang yang tidak makan dan minum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar