Ketika Rasulullah Saw. baru pulang dari peperangan, beliau bersabda kepada para sahabatnya, “Selamat datang untuk kaum yang baru melaksanakan jihad kecil, dan tetap menghadapi jihad besar!” Salah seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa jihad yang besar itu?” Beliau menjawab, “Jihad melawan nafsu.”
Mengapa Rasulullah Saw. mengatakan seperti itu? Apa hikmah di balik hadits tersebut? Perjuangan melawan hawa nafsu adalah perjuangan yang paling berat. Karena hawa nafsu kita bertolak belakang dengan ketaatan kita kepada Allah. Apabila hawa nafsu kita berhasil kita kendalikan dengan baik, maka ia akan sangat bermanfaat untuk kita. Ia akan menuruti apa mau kita, bukan kita menuruti apa maunya. Ia akan menjadi budak kita, bukan kita yang menjadi budaknya.
Semua ibadah dan amal-amal saleh yang kita lakukan, pada hakikatnya melawan hawa nafsu. Hawa nafsu kita mengatakan, waktu shalat isya masih panjang, kita dapat mengerjakannya nanti. Namun setelah waktu itu hampir habis, hawa nafsu kita mengatakan, tenang saja, masih ada hari esok untuk bertobat. Tidur saja lagi. Demikianlah seterusnya sampai kita tidak mengerjakan shalat sekalipun.
Contoh ibadah lainnya adalah puasa. Puasa mendidik hawa nafsu untuk mau tunduk pada keinginan kita. Padahal, hawa nafsu itu liar. Jika saja kita tidak sabar menjalankan puasa, bisa-bisa kita membatalkannya sebelum waktu berbuka tiba. Oleh karena itu, bukan sembarang orang yang bisa berpuasa. Allah menjuluki mereka sebagai orang yang beriman. Artinya, orang yang tidak berpuasa selama tidak ada udzur syar’i, maka dia bukanlah orang yang beriman. Siapa orang yang beriman itu? Yaitu mereka yang telah diuji Allah dengan berbagai macam ujian dan cobaan dan mereka mampu melewatinya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
Ketika kita berpuasa, kita tidak makan dan minum, tidak berhubungan badan suami-istri dari shubuh sampai maghrib. Di tengah hari yang panas, rasa haus kita memberi sinyal untuk segera minum, namun karena kita berpuasa, kita mengabaikannya. Kita mengharapkan ridho Allah Swt.. Hari-hari kita, waktu demi waktu, jam demi jam di uji oleh Allah untuk melihat sampai sejauh mana perjuangan kita. Semakin kuat kita, semakin banyak amal saleh yang kita lakukan, semakin ikhlas kita, akan semakin nikmat dan lezat buah yang dihasilkan oleh perjuangan kita. Buahnya dengan jelas akan dirasakan ketika kita berbuka. Sungguh sangat nikmat sekali seteguk air yang mengalir di kerongkongan kita. Hati ini mensyukuri nikmat yang terasa besar itu. Nikmat itu terasa lebih besar dibandingkan ketika kita minum di saat kita sedang tidak berpuasa.
Hidup kita di dunia seperti siklus orang yang sedang berpuasa. Saat di alam ruh kita bersahur, saat di dunia kita berpuasa, dan ketika mati kita berbuka. Jika selama di dunia ini kita tidak “berpuasa”, berpuasa dari berbuat maksiat, berpuasa dari melakukan kezaliman, berpuasa dari melakukan hal yang tidak berguna, maka ketika kita mati, kita tidak akan merasakan kenikmatan yang abadi. Bahkan kita mendapatkan siksaan yang menyakitkan.
Rasulullah Saw. pernah bersabda, bahwa dunia ini adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir. Dan, akhirat adalah surga bagi orang mukmin, neraka bagi orang kafir. Orang mukmin yang berpuasa dari melihat hal yang diharamkan-Nya, di akhirat nanti akan mendapatkan bidadari-bidadari surga yang bermata jeli. Orang mukmin yang berpuasa dari minum khamr, di akhirat nanti akan mendapatkan khamr yang harum dan nikmat. Orang mukmin yang berpuasa dari melakukan hal yang tidak berguna, di akhirat nanti mendapatkan istana-istana surga. Selama kita berjuang melawan hawa nafsu, maka hasil yang akan kita dapatkan akan berbuah baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar