Kamis, 01 Maret 2012

Siapa yang Memaksa-Nya Bersumpah?

Al-Ashmu’i berkisah: Dulu aku mengajar al-Quran di sebuah kampung Badui. Tiba-tiba aku dihadang oleh seorang Arab Badui penjarah yang di tangannya ada sebuah pedang. Ketika sudah mendekat untuk menarik bajuku, dia berkata, “Wahai orang kota, apakah yang menyebabkan kamu masuk ke kampung padang pasir?”

Aku menjawab, “Untuk mengajarkan al-Quran.”

Dia bertanya, “Apakah al-Quran itu?”

Aku menjawab, “Perkataan Allah.”

Dia bertanya, “Apakah Allah mempunyai perkataan?”

Aku menjawab, “Ya.”

Kemudian dia menyanyikan sebuah syair, aku menjawab dengan firman Allah, “Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat pula apa-apa yang dijanjikan kepadamu.” (QS. Adz-Dzariyaat: 22).

Kemudian dia melemparkan pedangnya dan berkata, “Aku minta ampun kepada Allah, rezekiku ada di langit, tetapi mengapa aku mencarinya di bumi?”

Setelah berlalu satu tahun, aku bertemu dengannya pada waktu melakukan thawaf. Dia bertanya, “Apakah kamu orang yang bertemu denganku setahun yang lalu?”

Aku menjawab, “Benar!”

Lalu dia menyanyikan sebuah syair lagi. Aku menjawab dengan firman Allah, “Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan.” (QS. Adz-Dzariyaat: 23).

Kemudian si Badui itu diam dan menangis seraya berkata, “Siapakah yang memaksa-Nya untuk bersumpah?” Dia terus mengucapkan kalimat ini hingga jatuh dan mati. Semoga Allah merahmatinya.

Kisah ini memberikan pelajaran berharga bagi kita. Kita dapat merenungkan kondisi si Badui itu dengan jawaban yang diberikan Al-Ashmu’i berupa ayat-ayat al-Quran. Yaitu, banyak orang yang merasa bahwa apa yang dia dapatkan berasal dari usahanya sendiri. Oleh karenanya, kisah ini seolah merupakan cambuk bagi kita.

Siapakah yang memaksa-Nya untuk bersumpah seperti itu? Ya, tidak lain orang-orang yang merasa bahwa apa yang didapatkannya berasal dari usahanya sendiri. Merakamenganggap rezeki itu ada di bumi, padahal ia ada di langit. Allah-lah yang memberi kita rezeki. Allah-lah yang melapangkan jalannya rezeki dan Allah pula yang menyempitkannya. Segala sesuatu jangan dilihat dari hasil kerja keras kita semata, tetapi ingatlah Allah Yang Maha Memberi Rezeki. Kita tidak akan mendapat sepeser uangpun tanpa izin dari-Nya. Jika kita merasa usaha yang kita jalani tidak mendapatkan hasil yang positif, padahal kita sudah berikhtiar sekuat tenaga, sudahkah kita mengingat Allah? Seringkali kita menganggap remeh mengingat Allah, sehingga kita melalaikannya begitu saja. Padahal, mengingat Allah adalah urusan yang sangatmendasar. Rezeki itu ada dilangit bukan dibumi.

Janganlah seperti Qarun yang menganggap seluruh harta kekayaannya berasal dari hasil kerja kerasnya sendiri. Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar apa yang dikatakan Qarun itu hingga akhirnya Dia membenamkan Qarun beserta harta kekayaannya ke dalam tanah.

Hal ini berguna sebagai pelajaran bagi umat-umat kemudian agar jangan seperti Qarun. Jangan memandang harta curian, korupsi, atau menjual barang-barang haram, sebagai sesuatu yang akan dirasakan kenikmatannya. Allah Swt. sangat membenci pekerjaan-pekerjaan itu. Kebencian Allah mengundang kemurkaan-Nya. Allah tidak akan membiarkan orang-orang zalim itu berbuat seenaknya. Allah akan menghukum mereka. Namun mata hati mereka sudah buta dari hukuman itu sehingga tidak membuat mereka sadar, malah mereka semakin terjerumus pada jurang yang lebih dalam lagi. Kelak Allah akan “membenamkan” diri mereka seperti Qarun. Allah akan membuat hidup mereka susah dan gelisah. Jika ada orangtua yang hidupnya susah dan gelisah, bisa jadi di masa mudanya ia gemar berbuat maksiat.

Bagi orang-orang yang ingin sadar, ingatlah keresahan dan kesulitan hidup; ingatlah tubuh ini sering sakit-sakitan; ingatlah istri dan anak yang sering melawan perintah suaminya; ingatlah rezeki yang tidak lancar; ingatlah sahabat yang semakin jauh darinya. Semoga ingatan-ingatan itu membuat mereka sadar dan kembali kepada Allah Swt..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar