Sabtu, 03 Maret 2012

Bacalah Al-Qur’an Seolah-Olah Ia Diturunkan Kepadamu*

Sahabatku, yang dimaksud berinteraksi dengan al-Quran adalah, membaca, merenungi, mempelajari, dan mengamalkan isi al-Quran secara berkesinambungan, hingga pada akhirnya kita digolongkan-Nya sebagai hamba yang qurani.

Contoh teladan generasi qurani adalah apa yang terjadi pada diri Nabi Saw. dan para sahabatnya. Al-Baihaqi meriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata, “Ketika turun firman Allah Swt., ‘Telah dekat terjadinya hari kiamat. Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain Allah. Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu menertawakan dan tidak menangis?’ (QS. an-Najm: 57-60).

Para penghuni Shuffah ‘selasar masjid’ menangis hingga airmata mengalir di pipi mereka, beliau ikut menangis, lalu kami pun ikut menangis karena beliau menangis. Beliau lalu bersabda, “Tidak akan masuk neraka orang yang terus melakukan maksiat. Sekiranya kalian tidak melakukan dosa, pasti Allah akan mengganti kalian dengan orang-orang yang berbuat dosa lalu Dia ampuni mereka.”

Al-Baihaqi meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. membaca firman Allah Swt., “….Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu….” (QS. al-Baqarah: 24).

Selanjutnya beliau mulai menggambarkan neraka, “Api neraka itu dinyalakan selama seribu tahun hingga memerah, seribu tahun hingga memutih, seribu tahun hingga menghitam. Neraka itu hitam legam, nyala apinya tidak pernah padam.”

Saat itu dihadapan beliau ada seorang pria berkulit hitam. Mendengar sabda beliau dia menangis. Jibril turun menemui Rasulullah Saw. dan bertanya, “Siapa orang yang menangis di hadapanmu itu?”

“Seseorang dari negeri Habasyah,” jawab beliau seraya memuji orang tersebut. Lalu beliau melanjutkan bahwa Allah Swt. berfirman, “Demi keagungan-Ku dan ketinggian-Ku di atas Arsy-Ku, tidak ada mata yang menangis di dunia karena takut kepada-Ku kecuali Aku perbanyak tertawanya di surga.”

Ibnu Umar biasanya menangis hingga lemas jika membaca firman Allah, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah?” (QS. al-Hadid: 16).

Demikianlah, orang-orang beriman akan bertambah keimanannya ketika mereka membaca atau mendengar ayat-ayat al-Quran. Mereka meneteskan airmata karena takut kepada Allah. Gemetar kulit mereka ketika membaca ayat-ayat tentang neraka. Tenang diri mereka ketika membaca ayat-ayat tentang surga.

Orang yang membaca al-Quran harus melihat bagaimana kelembutan dan kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya, bagaimana Allah menyusupkan makna kalam-Nya ke dalam pemahaman mereka. Dia harus menyadari bahwa apa yang dibacanya bukan ucapan manusia. Karena itu, dia harus merasakan keagungan Allah yang seakan berbicara dengannya dan sekaligus memahami kalam-Nya. Sebab pemahaman dan pengamatan merupakan tujuan dari bacaan. Jika tidak bisa paham kecuali dengan mengulang bacaan suatu ayat umpamanya, maka hendaknya dia mengulanginya.

Abu Dzar Ra. meriwayatkan dari Nabi Saw., bahwa beliau mendirikan shalat malam, dengan membaca satu ayat yang diulang-ulangi, yaitu, “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau juga.” (QS. Al-Maidah: 118).

Begitu pula yang pernah dilakukan Tamim ad-Dary dan ar-Rabi’ bin Khaitsam saat membaca firman Allah dalam shalat malamnya, “Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka?” (QS. al-Jatsiyah: 21).

Orang yang membaca al-Quran harus membuat gambaran yang pasti dan menyimak setiap ayat yang dibaca. Apabila dia membaca ayat, “Yang menciptakan langit dan bumi”, hendaklah dia menyadari keagungan-Nya dan memperhatikan kekuasaan-Nya atas segala sesuatu yang dilihatnya.

Jika dia membaca, “Maka terangkanlah kepadaku tentang nuthfah yang kalian pancarkan”, (QS. al-Waqiah: 58), hendaklah dia memikirkan air mani yang jumlahnya ratusan ribu, lalu dari satu bagian dari mani ini dibagi-bagi menjadi daging dan tulang, urat dan nadi, lalu membentuk bagian-bagian tertentu seperti kepala, tangan, kaki, lalu dari badan yang utuh muncul sifat-sifat yang mulia, seperti mendengar, melihat, berpikir dan lain-lainnya. Perhatikanlah dengan seksama semua keajaiban ini.

Orang yang membaca al-Quran harus tahu bahwa dirinyalah yang menjadi tujuan seruan al-Quran dan ancamannya. Kisah-kisah yang disebutkan di dalamnya bukan untuk obrolan, tetapi sebagai pelajaran. Maka hendaklah dia menyadari hal ini. Pada saat membaca itu, seakan-akan dia adalah hamba sahaya yang sedang membaca tulisan tuannya dengan tujuan tertentu. Maka hendaklah dia membacanya dengan seksama lalu berbuat sesuai dengan petunjuknya.

Perumpamaan pembaca al-Quran yang durhaka sekalipun dia sudah membacanya berulang kali, seperti orang yang berulang kali membaca surat raja, lalu dia tidak mendukung kerajaannya. Apa yang diperintahkan dalam surat itu tidak bisa dipelajarinya, sehingga dia tidak bisa melaksanakan perintah, berarti bisa dikatakan melecehkan dan bisa mendatangkan murka.

Para pembaca al-Quran tidak boleh merasa dirinya kuat dan perkasa, tidak boleh melihat dirinya dengan pandangan suci, tetapi dia harus melihat dirinya sebagai orang yang serba memiliki keterbatasan dan banyak berbuat dosa. Hal ini bisa menyebabkan taqarub kepada Allah.

Al-Fudhail bin Iyadh berkata, “Orang yang membaca al-Quran sama dengan orang yang membawa panji Islam. Dia tidak perlu bercanda dengan orang-orang yang suka bercanda, berkumpul dengan orang yang suka bermain-main, sebagai bentuk pengagungan terhadap Allah.”

*Judul di atas diambil dari perkataan Dr. Muhammad Iqbal – filsuf Pakistan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar