Rabu, 07 Maret 2012

Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan! (QS. Al Alaq: 1)

ن وَالْقَلَمِ وَمَايَسْطُرُونَ

Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis (QS. Al Qalam: 1)

Ajaran Islam yang tersebar hingga ke penjuru dunia bermula dari negeri yang gersang dan dikelilingi oleh gurun pasir yang panas. Sedangkan wahyu yang pertama kali turun adalah surat al-alaq ayat 1-5, yang berbunyi:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ {1} خَلَقَ الإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ {2} اقْرَأْ وَرَبُّكَ اْلأَكْرَمُ {3} الَّذِي عَلَّمَ ابِالْقَلَمِ {4} عَلَّمَ اْلإِنسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Pesan itu sangat jelas. Ia menyuruh kita untuk mau membaca apa yang ada di alam ini, sebagai tanda-tanda kebesaran Tuhan Yang Maha Menciptakan. Kemudian, secara berturut-turut, selama 23 tahun, Al Quran turun. Rasulullah Saw. mengajarkan seluruh isinya kepada para sahabatnya. Para sahabatnya pun membaca, menghapal, dan mengamalkannya dengan sungguh-sungguh.

Selain menghapalkan dan mempelajari Al Quran, mereka juga menghapalkan sabda-sabda Nabi Saw., yang kemudian di kenal dengan istilah “hadits”. Di zaman Abu Bakar Ash Shiddiq mulai ada usaha untuk membukukan Al Quran, berlanjut hingga masa Khulafaur Rasyidin sesudahnya. Dan finalnya “disahkan” pada zaman Khalifah Utsman bin Affan yang terkenal dengan sebutan Mushaf Utsmani. Mushaf Utsmani itu disebarkan ke beberapa negara. Dan di beberapa negara itu Al Quran mulai diperbanyak berdasarkan Mushaf Utsmani. Penduduk yang beragama Islam mulai berlomba-lomba membaca, mempelajari, menghapal dan mengamalkannya. Seorang orientalis merasa kagum dengan kondisi ini, menurutnya buku yang paling banyak dibaca orang dari dulu hingga saat ini adalah Al Quranul Karim.

Setelah kaum muslimin berhasil menaklukan banyak negara, para sahabat beserta murid-muridnya tersebar di negara-negara itu; ada yang ke negeri Syiria seperti Abu Darda dan Bilal, ada yang ke Persia seperti Ali, ada yang ke negeri Afrika seperti Amr bin Ash, ada yang ke Turki seperti Abu Ayyub Al-Anshari.

Hari demi hari berlalu. Dakwah Islam semakin gencar dilakukan. Masyarakat berduyun-duyun masuk ke dalam agama Islam. Namun, banyak sahabat Nabi yang telah wafat sedangkan pemeluk Islam semakin bertambah jumlahnya. Konsekuensi menjadi muslim sebagaimana sabda Nabi Saw. adalah, diwajibkan untuk menuntut ilmu mulai dari buaian hingga ke liang lahat. Perintah Al Quran dan Sabda Nabi Saw. seperti energi yang mengobarkan semangat kaum muslimin untuk senantiasa menuntut ilmu. Mereka berkelana ke berbagai penjuru negeri, bahkan ada yang rela berjalan jauh hanya untuk mendapatkan satu hadits, sebagaimana yang terjadi pada seorang tabi’i masyhur bernama Sa’id bin al-Musayyab rahimahullah.

Dari Al Quran dan Al Hadits berkembanglah ilmu-ilmu yang berupaya untuk memahami keduanya lebih utuh dan jelas, seperti: sejarah (yang dalam Al Quran sering disebut Syajarah), Tafsir (sebagai alat bantu untuk memahami Al Quran), sastra (alat kelengkapan Al Quran untuk memahami istilah-istilah yang terdapat dalam Al Quran dan Al Hadits), fiqh dan ushul fiqh (menyusun kembali perundang-undangan Islam (syariah) agar lebih tertib susunannya dan dapat dipergunakan untuk kemaslahatan manusia), tasawuf (yang banyak memuat inti dari ibadah dan akhlak dalam Islam), faraidh (semacam matematika untuk ilmu waris sebagaimana tertuang dalam Al Quran dan Al Hadits), dan sebagainya.

Kaum muslimin tidak hanya menerima kandungan Al Quran dan Al Hadits yang kaya makna, tetapi mereka juga mulai bersinggungan dengan karya-karya ilmu pengetahuan warisan dari ilmuwan-ilmuwan Yunani, Persia, dan India. Kaum Muslimin menganggapnya sebagai harta karun yang sangat bernilai harganya. Mereka merasa senang. Keingintahuan mereka pada sesuatu yang baru begitu besar. Penerjamahan besar-besaran pun terjadi. Laboratorium kimia pertama dalam sejarah hidup manusia didirikan oleh Jabir bin Hayyan (pada abad ke 8 M). Lembaga riset terbesar bernama Baitul Hikmah dibangun oleh Khalifah Abbasiyah, Al Makmun (pada abad ke 9 M). Hingga observatorium astronomi terkemuka (Al Maragha) didirikan juga.

Dari kenyataan ini, seorang filosof muslim asal Malaysia, Prof. Osman Bakar, dalam bukunya Tauhid dan Sains, berkata: “Tak diragukan bahwa, secara relijius dan historis, asal-usul dan perkembangan semangat ilmiah dalam Islam berbeda dari asal-usul dan perkembangan hal yang sama di Barat. Tak ada yang lebih baik dalam mengilustrasikan sumber relijius semangat ilmiah dalam Islam ini daripada fakta bahwa semangat ini pertama kali terlihat dalam ilmu-ilmu agama.”

Mereka pun Menuliskannya

Ibarat bendungan yang tidak kuat lagi menampung beban air, para Ilmuwan Islam yang sudah banyak memenuhi otaknya dengan berbagai macam ilmu pengetahuan, merasakan kebutuhan yang sangat mendesak untuk segera menuliskan apa yang ada di otaknya itu. Boleh di bilang para ilmuwan itu telah mengalami apa yang disebut sebagai “ledakan informasi”. Oleh karena itu, waktu yang tepat untuk memulai menulis adalah ketika otak kita sudah dipenuhi dengan informasi dan ide-ide. Seorang ulama terkemuka, Imam Syaukani, pernah dinasihati gurunya untuk membiasakan diri menulis walaupun hanya dua baris dalam sehari. Nasihat itu ia jalankan. Dan kelak dikemudian hari Imam Syaukani menjadi ulama besar terkemuka yang menghasilkan kitab-kitab bermutu tinggi, diantaranya berjudul Nailul Authar yang berjilid-jilid tebalnya.

Dalam kitab Fadhail Amal karya Syaikh Maulana Muhammad Al Kandhalawi, pada bab Hikayat Para Sahabat, dengan sub bab: Semangat di dalam mencari ilmu pengetahuan. Kita akan memperoleh gambaran yang jelas dan terang bahwa para ulama-ulama besar generasi awal senang dengan kegiatan membaca dan menulis. Sebagai contoh kita dapat melihatnya sebagai berikut: Imam Ibnul Jauzy, seorang ulama terkemuka, pernah berkata di hadapan jamaahnya: “Aku telah menulis 2000 jilid kitab dengan jari-jariku ini.” Yahya bin Mu’in, seorang ahli hadits terkemuka, pernah berkata: “Saya telah menulis 1.000.000 hadits dengan tanganku sendiri.”

Ibnu Jarir Ath-Thabari, seorang ahli sejarah dan ahli tafsir terkemuka, membiasakan diri selama 40 tahun untuk menulis 40 lembar setiap hari. Setelah kematiannya, murid-muridnya menghitung apa yang ditulisnya setiap hari. Ternyata sejak beliau berusia baligh sampai meninggalnya, terhitung kurang lebih 14 lembar yang beliau tulis setiap hari.

Kitabnya mengenai sejarah manusia sangat terkenal dan dijadikan rujukan hingga berabad-abad lamanya. Ketika ia menunjukkan keinginannya untuk menulis kitab tersebut, ia bertanya kepada orang-orang: “Kalian tentu akan gembira dengan kitab mengenai sejarah seluruh alam ini.”

Orang itu bertanya: “Berapa tebal kitab itu?”

Ia berkata: “Sekitar 30.000 lembar.”

Orang-orang itu berkata: “Umur kita akan habis sebelum bisa menyelesaikannya.”

Ia berkata: “Innalillahi, semangat manusia telah menurun.”

Setelah itu ia meringkasnya dan menulisnya dalam 3.000 lembar saja.

As-Sam'ani menceritakan bahwa Imam al-Baihaqi pernah tertimpa penyakit di tangannya, sehingga jari-jemarinya dipotong semua, hanya tinggal pergelangan tangan saja. Sekalipun demikian, beliau tidak berhenti dari menulis, beliau mengambil pena dengan pergelangan tangannya dan meletakkan kertas di tanah seraya memeganginya dengan kakinya, lalu menulis dengan tulisan yang indah dan jelas. Demikianlah hari-harinya, sehingga setiap hari dia dapat menulis dengan tangannya kurang lebih sepuluh lembar. "Sungguh, ini adalah pemandangan sangat menakjubkan yang pernah saya lihat darinya," kata as-Sam'ani. (at-Tahbir fil Mu'jam Kabir 1/223)

Termasuk semangat yang menakjubkan pula adalah semangat Imam Ibnu Aqil yang telah menulis sebuah karya terbesar di dunia yaitu al-Funun. Tahukah Anda berapa jilid kitab tersebut? Sebagian mengatakan sebanyak 800 jilid dan ada yang mengatakan 400 jilid. Imam adz-Dzahabi berkata: "Belum pernah ada di dunia ini kitab yang lebih besar darinya. Seseorang pernah menceritakan kepadaku bahwa dia pernah mendapati juz yang empat ratus lebih dari kitab tersebut." (Tarikh Islam 4/29)

Sekalipun demikian besarnya kitab ini, tetapi sayangnya kitab ini termasuk perbendaharan umat Islam yang hilang, belum diketahui sampai sekarang kecuali hanya satu jilid saja yang ditemukan di perpustakaan Paris dan dicetak dalam dua jilid pada tahun 1970-1971. (Muqoddimah Kamil Muhammad Khorroth terhadap Zahrul Ghushun min Kitabil Funun hlm. 6)

Imam Bukhari yang digelari sebagai “Jabal Hifzh” (hafalannya seperti gunung), beliau bangun berkali-kali dalam satu malam untuk mencatat faedah. Berkata al-Firabri: “Pada suatu malam, saya pernah bersama Muhammad bin Ismail (Bukhari) di rumahnya, saya menghitung dia bangun dan menyalakan lampu untuk mengingat ilmu dan mencatatnya sebanyak delapan belas kali dalam satu malam”. (Siyar Alam Nubala 12/404)

Imam Syafi’i (204 H) yang namanya tak asing lagi bagi kita Kawannya al-Humaidi menceritakan bahwa dirinya tatkala di Mesir pernah keluar pada suatu malam, ternyata lampu rumah SyafiI masih nyala. Tatkala dia naik ternyata dia mendapati kertas dan alat tulis. Dia berkata: Apa semua ini wahai Abu Abdillah (Syafii)?! Beliau menjawab: Saya teringat tentang makna suatu hadits dan saya khawatir akan hilang dariku, maka sayapun segara menyalakan lampu dan menulisnya”. (Adab Syafi’i wa Manaqibuhu Ibnu Abi Hatim hal. 44-45)

Abul Qashim bin Ward at-Tamimi (540 H). Diceritakan oleh Ibnu Abbar al-Hafizh bahwa beliau tidak mendapatkan sebuah kitabpun kecuali dia menelaah bagian atas dan bawahnya, kalau beliau menjumpai sebuah faedah padanya maka beliau salin di kertas miliknya sehingga terkumpul banyak sekali. (Mujam Ashhabi ash-Shadafhi hal. 25)

Az-Zarkasyi (794 H). Diceritakan oleh Ibnu Hajar bahwa beliau sering sekali pergi ke pasar buku, kalau dia datang ke sana dia menelaah di toko buku sepanjang siang, dia menulis masalah-masalah yang menarik di sebuah kertas, kemudian apabila dia pulang ke rumah dia salin ke kitab-kitab karyanya. (Ad-Durar Al-Kaminah 3/397-398)

Abu Ishaq asy-Syairazi telah menulis 100 jilid buku. Ibnu Jarir telah menulis 100.000 halaman.

Ibnu Taimiyah menyelesaikan setiap buku dalam waktu satu minggu. Beliau pernah menulis satu buku penuh dalam satu kali duduk. Dan bukunya telah dijadikan referensi oleh lebih dari 1000 penulis.

Imam Sibawaih menulis buku yang paling besar dalam bidang ilmu nahwu pada usia 30 tahun. Imam Nawawi meninggal pada umur 40 tahun dan telah meninggalkan warisan yang sangat berharga. Ibnu Hajar menulis Fathul Bari dan muqadimah-nya pada usia 30 tahun. Kitab al-Gharib karya Abu Ubaid ditulis pada usia 40 tahun.

Ibnu al-Jauzy telah menulis 1000 judul buku dan satu bukunya ada yang mencapai 10 jilid. Kayu bekas penanya bisa dipakai untuk memanaskan air yang dipakai untuk memandikan jasadnya ketika meninggal.

Ibnu Khaldun mengasingkan diri dalam sebuah benteng. Kemudian beliau menulis sejarahnya dan diterbitkan hingga menjadi jawaban bagi semua orang yang bertanya.

Ibnu Asakir menulis sejarah Damaskus dalam waktu 60 tahun. Dia tidak melewatkan satu pun orang alim, sastrawan, penyair, orang yang datang dan pergi dari Damaskus kecuali beliau sebutkan dalam bukunya.As-Sarkasi dipenjara dan mampu menulis kitab al-Mabsuth dalam 30 jilid. Aq’ad bin al-Atsir juga pernah dipenjara dan mampu menulis Jamiul Ushul wan Nihayah sebanyak 30 jilid. Dan Ibnu Taimiyah dapat mengarang 30 jilid kitab Majmu Fatawa di dalam penjara. (Dari buku Kunci Sukses karya Dr. Aidh al-Qarni)

Subhanallah! Itulah contoh yang telah dilakukan generasi awal ulama kita. Mereka adalah mereka dan kita adalah kita. Tidakkah kita mengambil semangat yang menyala-nyala ini? Mereka telah menjadikan kebiasaan membaca dan menulis sebagai “makanan ruhani”, yang porsinya jauh lebih besar daripada makanan fisik yang hanya tiga kali sehari. Dengan banyak membaca, mereka menjadi insan tercerahkan dan pada akhirnya mendorong mereka untuk lebih banyak beramal. Dengan menulis, mereka mengikat ilmu yang telah mereka miliki dan pada akhirnya menambah ilmu dan wawasan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar