Selasa, 06 Maret 2012

Kepasrahan dan Ketundukan Para Nabi kepada Allah Swt.

“Terimalah tobat kami.” (QS. Al-Baqarah: 128). Doa itu dipanjatkan Nabi Ibrahim As. Mengapa Nabi Ibrahim As. Berdoa dengan kalimat tersebut? Bukankah dosa-dosa beliau telah diampuni-Nya?

Sesungguhnya para Nabi dan Rasul hadir sebagai contoh teladan bagi umat. Mereka diutus untuk suatu misi menyampaikan risalah Ilahi. Bukan untuk disembah, dijadikan sebagai raja atau tujuan duniawi lainnya.

Ketika Nabi Ibrahim berdoa seperti itu, sesungguhnya para Nabi sebelum dan sesudah Nabi Ibrahim wafat, juga berdoa seperti itu atau doa-doa sejenis yang menunjukkan ketundukan dihadapan Sang Khaliq. Diucapkannya doa-doa tersebut menunjukkan kerendahdirian Nabi Ibrahim kepada Allah Swt. dan menjadi contoh teladan bagi para pengikutnya, semulia apa pun dirimu, janganlah engkau berhenti dari memohon ampun kepada-Nya. Bahkan ketika engkau mendapat nikmat-Nya, karena semua nikmat itu sepenuhnya pemberian-Nya, sebagaimana Allah Swt. sebutkan: “Fasabbih bihamdirabbika wastaghfir” setelah umat Islam berhasil membebaskan kota Makkah.

Hal ini menunjukkan betapa para Nabi sangat kuat kepasrahan, ketundukan, dan kebergantungannya kepada Allah. Kepasrahan kepada Allah justru membuat kita semakin kuat karena kita telah bergantung pada tali yang kuat yang tidak akan putus.

Sedangkan kepasrahan dan kebergantungan seseorang kepada orang lain justru malah melemahkannya. Karena, pada hakikatnya semua manusia sejajar di mata Allah. Kebergantungan kepada selain-Nya, membuat manusia menjadi hina karena berada di bawah orang yang dijadikan tempat bergantung tersebut.

Oleh karena itu, banyak cara agar kita hanya bergantung kepada Allah Swt. Yaitu meyakini pertolongan Allah sangat dekat untuk dirinya. Kedua, mencari nafkah yang halal meskipun yang sanggup kita dapatkan hanya sedikit. Ketiga, mengisi waktu dengan ibadah dan taqarub kepada Allah sehingga jiwa akan selalu segar untuk menyembah kepada Allah semata. Keempat, berusaha untuk tidak berhutang. Kelima, beramal jama’i dalam kerangka amal Islami sehingga kita bisa saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.

Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa manusia paling baik, paling cerdas, paling bersih hatinya, tidak pernah lepas dari berdzikir kepada Allah, berdoa kepada-Nya, menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Amal-amal itu justru malah menambah kemuliaan diri hamba tersebut, sebaliknya menjauhi apalagi mengingkarinya adalah pertanda kelemahan dan kehinaan diri di mata Allah Swt. Bahkan Allah sudah menganggap mati orang yang lalai dari berdzikir kepada-Nya padahal orang tersebut belum mati jasadnya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar