Minggu, 04 Maret 2012

Mengingat Pemutus Kelezatan Dunia

“Bayangkanlah saat kematian, renungkan dalam-dalam getirnya penyesalan yang begitu menggunung. Saya tak menyatakan, ‘Kemanakah semua kelezatan?’ Oleh karena manisnya kelezatan telah berubah menjadi kegetiran, yang tersisa kini adalah kepahitan asa yang tiada terkira. Tidakkah Anda melihat akibat dari apa yang Anda kerjakan? Yang waspada akan selamat, maka janganlah Anda terseret oleh nafsu yang akan membuat Anda menyesal.” (Imam Ibnu Al-Jauzy)

Saat Allah memanggil untuk shalat, bersegeralah engkau shalat. Sesungguhnya semua yang engkau lakukan akan kembali pada dirimu sendiri. Engkau tidak mengetahui kapan ajal akan datang menjemput. Sekarang, engkau dituntut oleh kesadaranmu sendiri agarbersegera dalam memenuhi panggilan-Nya.

Sedetik waktu yang engkau gunakan akan kembali pada dirimu sendiri. Hitungan amal bukanlah hitungan hari, bulan, apalagi tahun, tetapi hitungan detik atau setiap desahan nafasmu. Jika detik-detik yang di lalui di isi dengan amal saleh, kelak amal itu akan menjumpaimu dalam bentuk kenikmatan. Sebaliknya jika detik-detik yang dilalui di isi dengan amal buruk, amal itu kelak akan datang menemuimu dalam bentuk siksaan.

Segeralah beramal sebelum ajal datang. Tiada guna lagi tangisan penyesalan jika kematian sudah di ambang. Karena segalanya sudah berakhir, kelezatan telah berubah menjadi kegetiran. Yang semula tertawa menjadi sedih karena melihat akibat dari dosa-dosanya. Yang kaya berubah menjadi miskin karena amalnya dihabiskan oleh kesalahannya sendiri.

Para pendosa kelak akan mendapat siksa, tak ada kebahagiaan sedikit pun di dalamnya. Sedangkan bagi orang-orang yang beramal, mereka mendapatkan kenikmatan yang sangat melimpah. Semua ini adalah anugerah karena mereka beramal, sabar, dan yakin dengan adanya alam akhirat.

Sesungguhnya semua kelezatan di dunia ini tak bisa dibandingkan dengan kelezatan di akhirat nanti. Bahkan semua kelezatan di dunia jika dikumpulkan menjadi satu tetap saja tidak dapat disetarakan dengan satu saja kenikmatan di surga. Begitupun dengan penderitaan di dunia tidak bisa dibandingkan dengan kenikmatan di akhirat. Bahkan semua penderitaan di dunia jika dikumpulkan menjadi satu tetap saja tidak dapat disetarakan dengan satu saja penderitaan di akhirat. Diriwayatkan bahwa jika seorang bidadari meludahi dunia, niscaya dunia akan mewangi seluruhnya.

Gambaran surga dan neraka yang selama ini kita ketahui melebihi gambaran surga dan neraka sebenarnya. Allah memberikan penjelasan tentang surga dan neraka sesuai dengan kemampuan akal manusia. Bahwa surga itu indah, ada sungai-sungai, begini dan begitu. Itu tidak lain agar manusia berusaha menggapainya. Namun pada dasarnya surga itu lebih dari gambaran itu.

Jika ada penghuni neraka yang menginginkan kembali ke dunia untuk beramal, itu menunjukkan siksa neraka sangat menyakitkan, yang tak bisa dilukis lewat kata-kata. Sebaliknya, jika ada penghuni surga mengatakan ingin kembali ke dunia untuk beramal atau seorang syahid yang ingin merasakan lagi mati syahid terus secara berulang-ulang, itu menunjukkan betapa besarnya kenikmatan yang telah mereka peroleh, tak bisa diukur dan dibandingkan dengan kenikmatan di dunia.

“Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: ‘Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman’, (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan). Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta belaka.”(QS. al-An’am [6]: 28).

Para mufasir menjelaskan makna ayat ini, yaitu: mereka sebenarnya tidak bercita-cita ingin dikembalikan ke dunia untuk beriman kepada Allah, tetapi perkataan itu semata-mata diucapkan karena melihat kedahsyatan neraka.

1 komentar: