Rabu, 07 Maret 2012

Kebahagiaan dalam Membaca dan Menuntut Ilmu

Saya semakin kagum dengan para ilmuwan Islam di masa lalu. Yaitu masa di mana umat Islam tengah berjaya. Saya membayangkan diri saya berada di tengah-tengah mereka; mengikuti halaqoh-halaqoh mereka, belajar bersama mereka dan membaca pelbagai buku di perpustakaan besar seperti Baitul Hikmah.

Pada saat itu, saya bisa saja berkenalan dan berguru pada Imam Bukhari dan Imam Muslim, dua orang ahli hadits kenamaan. Saya bisa berguru pada ahli fikih kenamaan seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Ahmad, dan Imam Layts bin Sa'd. Saya juga bisa berguru ilmu kedokteran pada ilmuwan seperti Ibnu Sina, Ibnu Nafis, Ibnu Thufayl, Abu Bakar ar-Razi dan Ibnu Rusyd. Saya bisa mendapatkan banyak ilmu dari berbagai ilmuwan-ilmuwan muslim lainnya.

Islam menjadi jaya pada saat itu, karena umatnya mengamalkan apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Allah memerintahkan umat Islam "membaca" (iqra!). Tapi yang dimaksud membaca disini bukan "sekedar" membaca. Membaca dalam pengertian Islam adalah segala sesuatu yang dapat mendekatkan diri kita kepada Rabb. Allah mengikat kata "bacalah" اقْرَأْ – dalam surat al-Alaq ayat 1 – denganبِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ "dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan." Jangan sampai apa yang kita pelajari membuat kita semakin jauh dari-Nya, semakin sombong, semakin materialis, bahkan –Naudzubillah mindzalik – semakin kita mengingkari keberadaan-Nya (atheis).

Oleh karena itulah, umat Islam di masa lalu tidak saja menerima ilmu pengetahuan dari manapun datangnya, tetapi mereka juga menyaringnya dengan keyakinan (tauhid) mereka. Mereka tidak menjiplak begitu saja kajian-kajian politik Plato, pemikiran metafisika Aristoteles, Filsafat Socrates dan kajian-kajian kaum Sophis. Mereka akan menerima apa yang baik untuk mereka dan menolak apa yang sekiranya buruk untuk mereka. Kemudian lahirlah buku seperti Madinah Fadhilah karya al-Farabi, Siyasah asy-Syar'iyah karya Ibnu Taimiyah, al-Ahkam as-Sulthaniyah karya al-Mawardi, yang ketiganya itu bergerak di kajian ilmu politik. Dalam ilmu kedokteran, lahir pula al-Qanun fith Thib dan asy-Syifa karya Ibnu Sina. Dalam ilmu sosiologi, lahirlah kitab Muqadimah karya Ibnu Khaldun, dan lain sebagainya.

Umat Islam masa lalu telah mewariskan khazanah ilmu pengetahuan yang cukup banyak. Bahkan ketika tentara mongol membuang buku-buku dari perpustakaan Baitul Hikmah ke sungai Tigris, tiba-tiba sungai itu berubah warna menjadi hitam pekat tinta. Pada saat itu, perpustakaan dan toko-toko buku bertebaran di mana-mana. Masing-masing masjid memiliki perpustakaan yang tergolong cukup besar. Para pembesar-pembesar negeri beramai-ramai mendirikan perpustakaan yang terdiri dari ratusan ribu buku bermutu. Bandingkan dengan pembesar-pembesar Kristen pada saat itu, yang hanya memiliki ratusan buku saja. Hal ini berbanding terbalik dengan keadaan saat ini. Di mana justru umat Islam sangat sedikit memiliki dan membaca buku.

Berapa banyak buku yang Anda miliki? Berapa banyak buku yang telah Anda baca dalam sebulan? Dalam setahun? Imam Abu Bakar al-Anbari, salah seorang ilmuwan muslim kenamaan, ketika ditanya oleh seseorang tentang berapa banyak buku yang telah dia baca, beliau menjawab: 100.000 lembar setiap pekannya. Betapa dahsyat beliau membaca, dan ini tidak ada bandingnya dengan para ilmuwan-ilmuwan Barat. Riwayat lain juga menyebutkan, Ibnu Sina pernah membaca buku metafisika-nya Aristoteles sebanyak 40 kali, sehingga seorang ilmuwan Barat bernama Hegel mengomentari: "Pasti dia (Ibnu Sina) memiliki perut yang sangat kuat."

Ilmu akan menunjukkan kepada kita apa yang sebelumnya tidak kita ketahui. Ia akan mempersembahkan sejarah masa lalu. Ketika kita membacanya, seolah kita berada di sana dan sedang mengikuti jejak-jejak sejarah itu. Kita bisa saja menangis, haru, bahagia, atau terhibur ketika kita membaca sejarah tokoh yang kita kagumi. Kita sudah mengetahui dunia luar angkasa, padahal kita belum pernah ke sana. Semua itu diperoleh dengan cara membaca buku dan menuntut ilmu. Ilmu akan membuat kita bahagia, sebagaimana ia dapat membuat umat Islam berjaya di masa lalu .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar